Rekognisi Kinerja dan Jejaring Penyuluh, Tonggak Baru Karir Penyuluh Agama di Era Society 5.0
Jateng (Moderanesia.com) – Bandungan, 5 November 2025 — Musyawarah Wilayah (Muswil) Pokjaluh Provinsi Jawa Tengah yang digelar di Hotel Kusuma Bandungan berlangsung semarak dan penuh inspirasi. Salah satu sesi yang paling ditunggu adalah diskusi panel bertema “Rekognisi Kinerja, Jejaring, dan Karir Penyuluh Agama di Era Society 5.0.”
Dalam kesempatan tersebut, Dr. H. Jamaluddin M. Marki, Lc., M.Si., Kepala Subdirektorat Bina Penyuluh Agama Islam, menegaskan bahwa penyuluh agama bukan sekadar penyampai pesan keagamaan, melainkan aktor strategis pembentuk dan penggerak masyarakat. “Penyuluh harus menjadi producer of meaning yang mampu menerjemahkan pesan agama menjadi narasi yang relevan dan aktual di tengah dinamika masyarakat,” ujarnya.
Menurut Jamaluddin, tantangan penyuluh di era digital bukan pada minimnya materi dakwah, tetapi kurangnya kemampuan mengontekstualisasikan nilai-nilai agama di tengah derasnya arus informasi dan opini publik yang tak terverifikasi. Ia menekankan pentingnya peningkatan kapasitas penyuluh agar tidak tertinggal dari percepatan perubahan sosial.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa rekognisi profesi penyuluh agama, sebagaimana diatur dalam PMA Nomor 24 Tahun 2024, merupakan tonggak penting pengakuan negara terhadap jabatan fungsional penyuluh. Jabatan Kepala KUA kini dapat dijabat oleh JF Penyuluh Agama Islam, sejajar dengan JF Penghulu. “Ini bukan sekadar simbolis, tetapi bukti bahwa negara mengakui penyuluh sebagai jalur strategis karir struktural,” tegasnya.
Selain itu, acara diskusi panel juga menghadirkan H. M. Afief Mundzir, Kasubdit Bina Kepenghuluan, yang berbagi pengalaman dan motivasi kepada para penyuluh. Dalam paparannya, Afief menekankan pentingnya sinergi antara penyuluh dan penghulu dalam membangun masyarakat berketahanan moral dan keluarga sakinah. “Penyuluh dan penghulu adalah dua sayap dakwah yang saling melengkapi. Penyuluh menggerakkan hati masyarakat, penghulu menguatkan lembaga keluarga,” tuturnya.
Pada akhir sesi, kedua narasumber sepakat bahwa penyuluh agama harus siap menghadapi era Society 5.0 dengan tiga modal utama: kompetensi profesional, kemampuan digital, dan dampak sosial yang nyata.
“Kerja penyuluh agama itu bukan kecil,” tutup Dr. Jamaluddin penuh semangat. “Ia menyentuh akar kehidupan masyarakat. Maka penyuluh tidak boleh gagap zaman

