Kesalehan dalam Syukur Nikmat
Kesalehan dalam Syukur Nikmat
Oleh : Umi Fitria Hani (PAIF Kab. Kendal)
Moderanesia.com – Islam mengajarkan umatnya untuk senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang diterima dari Allah SWT. Sudah sewajarnyalah kita manusia untuk selalu mensyukuri segala nikmat yang telah Allah berikan kepada kita, nikmat yang tidak akan bisa terhitung jumlahnya, bahkan jika boleh mengambil perumpamaan, bila air laut dijadikan tinta dan semua ranting pohon dijadikan penanya untuk menuliskan semua nikmat yang sudah kita terima, maka tidaklah cukup untuk menghitung semua nikmat Allah yang telah kita terima di setiap harinya. Mulai kita bangun tidur sampai kita tidur lagi, mulai dari terbit matahari sampai dengan terbenam matahari.
Dalam QS. Ibrahim ayat 7 Allah SWT berfirman,
وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa dengan kita bersyukur kepada Allah SWT, maka sesungguhnya Allah akan senantiasa menambah nikmat-Nya, dan sebaliknya jika kita ingkar ataupun kufur atas nikmat-Nya, maka sesungguhnya Azab Allah SWT sangatlah pedih.
Maka sudah sepatutnyalah kita pergunakan semua nikmat yang kita terima untuk mengabdi kepada Allah dengan arti yang sebenar-benarnya, mengabdi untuk berbuat baik sebanyak mungkin. Dengan mengerjakan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan semua larangan-larangan-Nya.
Salah satu dari manifestasi wujud dari rasa syukur kita kepada Allah SWT adalah dengan menjaga dan meningkatkan kualitas iman, Islam dan ihsan sehingga manusia akan mendapat predikat taqwa di mata Allah SWT. Hal inilah yang kemudian dikenal dengan istilah Trilogy Islam atau disebut dengan tiga ajaran Ilahi.
Secara bahasa, Islam berasal dari kata aslama yang berarti berserah diri kepada Allah SWT (makna vertikal), dan salima yang berarti menyelamatkan orang lain dari kata-kata maupun perbuatannya (makna horisontal). Salama yang berarti juga menyelamatkan diri sendiri (makna bathiniyah).
Sedangkan secara istilah Islam adalah agama yang di wahyukan oleh Allah kepada para rasul untuk disampaikan kepada umatnya.
Adapun iman secara bahasa berasal dari kata amana – yu’minu – imaanan yang berarti yakin dan percaya. Sedangkan secara Istilah, iman adalah membenarkan dengan hati, diikrarkan dengan lisan dan dilakukan dengan perbuatan.
Sementraa ihsan berasal dari kata hasuna yang artinya berbuat baik dan ihsaanan yang berarti kebaikan. Sebagian ulama berpendapat, ihsan adalah beribadah menyembah kepada Allah SWT seakan akan engkau melihat Allah. Jika engkau tidak bisa melihat Allah, maka sesungguhnya Allah melihatmu.
Begitulah antara iman, Islam dan ihsan, ketiganya bagaikan segitiga sama sisi. Antara sisi yang satu dengan sisi lainnya saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Ketika salah satu dari sisi segitiga tersebut terpisah, maka segitiga sama sisi tidak akan dapat terbentuk. Jadi, untuk mendapat predikat manusia bertaqwa yang sebenarnya, maka kita harus bisa meraih dan menyeimbangkan ketiga ajaran Illahi, yakni iman, Islam dan ihsan.
Jika di analogikan, hubungan antara iman, Islam dan ihsan adalah bahwa rukun iman sebagai pondasinya. Di sini iman lebih menekankan pada segi keyakinan dalam hati sehingga iman berkaitan dengan aqidah.
Adapun rukun Islam sebagai bangunannya merupakan sikap untuk berbuat dan beramal sehingga Islam berkaitan dengan syari’ah.
Ihsan / Amal sholeh sebagai atap bangunannya merupakan pernyataan dalam bentuk tindakan nyata dengan Ihsan seseorang yang bisa diukur tipis atau tebal keimanan dan keIslamannya. Oleh karenanya ihsan berkaitan dengan khuluqiyah.
Demikianlah hubungan antara iman, Islam dan ihsan. Ketika aqidah seseorang kokoh dan kuat, maka dia akan melaksanakan apa yang di syari’atkan dalam agama Islam. Ketika aqidah dan syari’at seseorang sudah mantap, maka pastilah dia akan beramal sholeh dan melaksanakan kewajibannya baik secara vertikal, yakni hablum minallah dan sering disebut sebagai kesalehan individu maupun secara horizontal, yakni hablum minannaas atau kesalehan sosial.