ARTIKELRefleksi

Nyantri Jadi Solusi

Berbagi yuks..



Oleh: Azizah Herawati ( Paif Kab. Magelang )

Moderanesia.com – Suatu hari saya membaca status WhatsApp dari salah satu teman. “Sebutkan alasan mengapa anda memasukkan anak ke pondok” begitu bunyinya. Saya pun membalas spontan dengan kalimat”Biar nggak HP teruuuus!”. Teman saya membalas dan mengatakan bahwa hampir semua yang merespon status WhatsApp-nya punya alasan yang sama dengan saya. Bagaimana dengan anda??

Era globalisasi dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat memang menuntut semua orang untuk mengimbanginya. Benda pipih yang ‘seolah’ bernyawa hampir tidak bisa lepas dari tangan setiap harinya. Tak pandang usia, dari anak-anak hingga dewasa semua menggunakannya. Bahkan balita pun bisa dibuat tergantung dan ‘diamnya’ juga dengan gawai. Tentu semua sudah paham, jika gawai di zaman sekarang ini bukan lagi barang mewah yang hanya dimiliki orang-orang tertentu. Akan tetapi gawai merupakan kebutuhan yang hampir semua orang memilikinya.

Tidak bisa dipungkiri jika penggunaan gawai sangat memudahkan segala aktifitas. Sangat praktis, efektif dan efisien. Namun di sisi lain gawai bisa jadi monster berbahaya jika tidak proporsional dalam menggunakannya. Klise memang. Tapi begitulah adanya. Jangankan anak-anak, orangtua sekalipun bisa kecanduan dan apa yang diagendakan bisa keteteran jika tidak ada manajemen waktu dalam menggunakan gawai. Buka sana sini, balas chat satu persatu, posting status, kirim pesan, sapa-sapa, cari-cari tips, putar video, YouTube atau tik tok dan masih banyak lagi. Tidak terasa waktu terus berjalan, siang semakin menjelang. Alhasil tak satupun pekerjaan yang kelar diselesaikan.

Bisa dibayangkan jika gawai itu dipegang oleh anak-anak. Bukankah salah satu tugas anak-anak adalah bermain? Dulu, bermain ya bermain. Keluar rumah, bergabung dengan teman-teman, hompimpah dan siap menikmati permainan. Ada yang bermain petak umpet, sementara yang lain main gobak sodor, ada juga yang bermain congklak alias dakon, dan masih banyak mainan yang lain. Ramai, seru, meriah dan tanpa beban. Dan tentunya damai dan menyehatkan.

Lantas, bagaimana dengan anak-anak sekarang. Main ya di rumah saja, tak perlu teman, asal ada kotak hitam pipih dengan kuota aman, mereka bisa berlama-lama memainkannya. Tak makan dan tak mandi sekalipun bukan masalah. Tentu saja peluang lupa salat, ngaji dan belajar sangat terbuka. Lebih-lebih jika orangtua abai dan menganggap semua baik-baik saja.

Bagi orangtua yang peduli, tentu kondisi demikian sangat meresahkan. Gawai sudah menjadi candu yang memabukkan bagi anak-anak, tidak mudah untuk dicegah. Apalagi dengan dalih bahwa gawai sebagai alat komunikasi dan sumber informasi, maka mereka pun menjadi merasa wajib memiliki barang tersebut. Alih-alih untuk berkomunikasi atau menjadikan sebagai sumber belajar, namun justru larinya ke bermain game dan yang fatal menjadikan salah pilih teman.

Kondisi demikian sudah menjadi lagu lama. Banyak orangtua dibuat kewalahan menghadapinya. Apa solusi dari hal tersebut? Kita diingatkan dengan adanya pendidikan ala pesantren. Model pendidikan yang berbeda dengan sekolah pada umumnya. Para santri tinggal di asrama dengan aturan-aturan yang tentunya tidak sebebas di sekolah umum. Salah satunya adanya pembatasan penggunaan gawai bagi santri. Tak hanya dibatasi, bahkan tidak diperkenankan membawa gawai sama sekali. Lalu bagaimana mereka berkomunikasi dengan orang di luar? Orangtua atau yang lain.

Zaman sudah serba mudah. Jika dulu untuk mengabarkan sesuatu kepada orangtua harus melayangkan surat. Jangan ditanya berapa lama surat itu akan sampai tujuan. Bisa jadi berkabar tentang sakit, surat diterima anaknya sudah sembuh. Nah, sekarang para orangtua tak perlu risau. Pengasuh atau pamong pondok menyediakan WhatsApp grup untuk ajang komunikasi dan informasi tentang kegiatan putra putrinya nun jauh dari mata. Untuk bisa berkomunikasi langsung, disediakan jadwal untuk bisa menelepon atau bersua melalui panggilan video. Mereka bisa saling bertanya kabar dan melepas rindu. Meski harus mengantri, tapi bagi mereka hal ini akan menjadi sesuatu yang dinantikan.

Meskipun ini bukan sesuatu yang baru, namun setidaknya di momentum hari santri ini kita diingatkan kembali tentang pentingnya peduli terhadap masa depan anak-anak kita. Bukan bermaksud membatasi apalagi menyiksa dengan melarang mereka bergawai ria. Bukan pula sebuah wujud pengekangan dengan meminta mereka untuk nyantri, berpisah sementara dengan keluarga untuk menggapai cita-cita. Jika kita menilik pada hastag hari santri tahun ini yakni ‘Jihad Santri Jayakan Negeri”, maka sejatinya hal ini juga merupakan jihad. Jihad untuk tidak berbuat semaunya. Jihad untuk tidak memanjakan diri bermain gawai sepuasnya. Sementara kewajiban utama untuk beribadah dan belajar menjadi terabaikan.

Masih ragu untuk memondokkan anak?? Padahal sering dipusingkan dengan anak yang bermain hp terus. Gawai lagi dan lagi. Yuk, mau pakai cara apa lagi kalau bukan dengan mengajak mereka untuk nyantri. Insyaallah, nyantri menjadi salah satu solusi. Salah satu cara bijak mempersiapkan generasi tangguh, mandiri, qur’ani dan berakhlakul karimah.
Wallahu a’lam.
Selamat Hari Santri 2023
Jihad Santri Jayakan Negeri

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *