Santri Dalam Resolusi Jihad ‘Kekinian’
Oleh : Siti Awaliya Yuniarti (PAIF Kab. Tegal)
Moderanesia.com – Kilas balik 22 Oktober tahun 1945, fatwa resolusi jihad dikumandangkan oleh Hadrotus Syaikh Hasyim Asy’ari sebagai tanda dimulainya jihad melawan penjajah Belanda. Para santri dan kyai bersatu menolak agresi militer yang dilancarkan kompeni kala itu. Ini yang kemudian menjadi dasar penyusunan Keppres tentang Hari Santri Nasional (HSN). Dan sejak tahun 2015, melalui Keputusan Presiden Nomor 22 ditetapkan tanggal 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri. Ini merupakan satu penghargaan terhadap perjuangan para kyai dan santri dalam ikut mempertahankan kemerdekaan.
Sebenarnya apa arti resolusi jihad? Menilik di aplikasi Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V, resolusi adalah putusan atau kebulatan pendapat berupa permintaan atau tuntutan yang ditetapkan oleh rapat (musyarawah/sidang). Sedangkan jihad yang merupakan kata serapan dari Bahasa Arab dimaknai sebagai usaha dengan segala daya upaya untuk mencapai kebaikan. Maka jika digabung, makna resolusi jihad adalah putusan atau kebulatan pendapat dengan segala daya upaya guna meraih kebaikan.
Santri identik dengan orang yang belajar dan memperdalam ilmu agama Islam. Umumnya dikatakan santri, jika ia menimba ilmu di pesantren. Pada perkembangannya, pesantren saat ini tidak hanya membekali santri dengan ilmu agama saja, tapi juga menggembleng berbagai disiplin ilmu. Hingga menjadikan santri sebagai pribadi yang tidak hanya ahli agama tapi juga piawai dalam berbagai pengetahuan dan teknologi.
Sejalan dengan tuntutan zaman digital, santri kini juga harus ‘melek’ teknologi. Agar tidak dipandang sebelah mata, utamanya lagi bisa ikut mewarnai jagat maya dengan pesan-pesan positif bagi umat. Santri dengan segala kemampuannya bisa berprofesi apa saja. Bahkan dengan bekal agamanya, mereka bisa menggunakan pengetahuan yang dimilikinya untuk ikut berdaya memajukan bangsa dan masyarakat Indonesia.
Jika masa dulu, santri ikut berjuang dalam rangka hifzun nafs dari penjajah yang merongrong kemerdekaan RI. Kini pun tetap melaksanakan hifzun nafs dengan turut serta menjaga martabat kemanusiaan mengingat negara Indonesia merupakan negara majemuk dengan berbagai suku, ras dan agama. Sementara salah satu tujuan disyari’atkannya agama Islam adalah memuliakan manusia. Sehingga menjaga martabat kemanusiaan melalui ukhuwah basyariyah untuk keberlangsungan pembangunan bangsa dan masyarakat Indonesia menjadi sebuah resolusi jihad yang harus dilaksanakan.
Sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an surah Al-Hujurat (49) ayat 13. Dimana tersurat bahwa tujuan diciptakannya manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa adalah untuk saling mengenal. Maka diharapkan santri dan alumninya dapat tetap berkiprah melalui bidang dakwah dan pengembangan masyarakat. Berperan aktif dalam menjaga ukhuwah insaniyah dan ukhuwah basyariyah, menjunjung tinggi persatuan dan kebhinekaan. Sehingga terwujud tatanan hidup damai dan bermartabat serta selalu menjaga kemulian dengan ketakwaan.