Daya Marah Yang Menguntungkan
Oleh : Irna Fitroyah, S.Ag. (PAIF Wonosobo)
Moderanesia.com – Membersihkan diri dari buruknya penyakit hati sesungguhnya akan membawa seseorang kepada keselamatan bukan saja dari bahaya penyakit hati itu sendiri, bahkan dari hal yang muncul sebagai akibat dari adanya penyakit hati tersebut, yakni amarah.
Misalkan di dalam sebuah keluarga yang mungkin pernah kita temui, dimana kehidupan keluarga tersebut selalu saja kita mendengar pertengkaran antara suami isteri. Ada saja yang menjadi persoalan diantara mereka. Apa yang ada dalam pikiran kita tentang kehidupan mereka tentulah ‘tidak adanya cinta’ diantara mereka. Paling tidak seperti itulah yang terbersit dalam pikiran kita. Sebab keberadaan cinta diantara mereka tentu akan membuat mereka saling berlapang dada, saling sayang dan saling berlemah lembut.
“Tidak boleh seorang mukmin (suami) membenci seorang mukminah (isterinya), bila dia tidak menyenangi satu dari perilakunya, tentunya dia menyukai prilaku (isteri)nya yang lain.”
Hal yang seharusnya diingat adalah bahwa bagaimana seharusnya seseorang menghilangkan kebencian dalam sebuah hubungan, karena bila ada sesuatu yang tidak disukai pada pasangan kita, sudah pasti akan ada pula hal lain yang kita sukai pada pasangan kita. Setidaknya hal itulah yang dulunya menjadi dasar adanya keputusan untuk mengikat janji dalam mahligai rumah tangga.
Namun demikian perlu diketahui bahwa naluri amarah adalah salah satu anguerah Allah SWT yang denganya manusia dapat melakukan aktifitas yang berguna bagi dunia dan akherat, sebagaimana dapat menjamin keberlangsungan hidup individu, keluarga, maupun masyarakat manusia secara umum. Hal ini mengandung arti bahwa amarah pun memiliki peran yang sangat penting dalam terciptanya suatu tatanan kehidupan masyarakat yang ideal.
Akan sangat buruk juga tatkala amarah ini tidak terdapat dalam diri manusia atau dia berada di bawah batas kewajarannya. Karena hal tersebut akan menjadikan diri seseorang tersebut cacat secara moral atau lemahnya moralitas serta lemahnya potensi-potensi akhlak pada seseorang tersebut.
Hal itu juga akan melahirkan sikap ketidaktegasan pada saat diperlukan, menyerah di hadapan setiap penganiayaan dan penghinaan, serta menerima apa saja yang menimpa diri dan keluarganya.
Banyak ayat al Qur’an yang secara jelas mengisyaratkan tentang hal tersebut, yakni pada surat al Maidah ayat 54:
“Hai orang-orang yang beriman, Barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha mengetahui.”
Dari apakah munculnya sikap keras terhadap orang-orang kafir? Tentu saja ini adalah sikap yang bersumber dari amarah yang terkendali, yakni amarah yang muncul disebabkan ketertindasan atau pelecehan terhadap kebenaran. Ini adalah sikap yang harus dimiliki seorang muslim.
Begitulah sifat seorang mukmin, sebuah sifat yang tidak ada ketakutan kepada siapapun selain kepada Allah SWT. Sebagaimana Allah SWT juga berfirman dalam surat al Ahzab ayat 39:
“(yaitu) orang-orang yang menyapaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang(pun) selain kepada Allah. dan cukuplah Allah sebagai Pembuat perhitungan.”
Selanjutnya kita sendirilah yang paham akan diri kita, yakni bagaimana kita mengelola amarah yang kita miliki. Bagaimana kita mengarahkannya sesuai dengan kehendak Allah SWT dan menghindarkan diri dari amarah berlebihan sebagaimana kehendak-Nya juga. Dari snilah daya marah yang menguntungkan itu ditemukan.