Terpujilah Engkau Wahai Guru
Oleh : Amat Sulaiman (PAIF Kabupaten Pekalongan)
Moderanesia.com – Ada satu bait dalam lirik lagu Hymne Guru ciptaan Sartono pada tahun 1980-an yang menjelaskan betapa pentingnya kehadiran seorang guru. Engkau patriot pahlawan bangsa, tanpa tanda jasa. Satu bait terakhir dalam lagu tersebut, telah meletakkan profesi guru sama dengan pahlawan. Secara luas, setiap orang yang membagikan ilmu baik di lingkungan pendidikan formal atau yang non formal maka dia adalah seorang guru. “Everyone is teacher, everywhere is school” (Setiap orang adalah guru, setiap tempat adalah sekolah), begitulah kata pepatah.
Mengapa profesi seorang guru begitu dimuliakan? Bukan hanya bagi Indonesia tetapi juga bagi kelangsungan hidup suatu bangsa di negara mana pun. Padahal jika dibandingkan dengan pahlawan pada masa sebelum kemerdekaan, yang membawa senjata dan berlumuran darah, menjadi guru bukankah terlihat jauh lebih mudah ?
Pada tahun 1945, saat Perang Dunia II sedang berlangsung, Amerika Serikat dan sekutunya berhasil menjatuhkan bom atom berkekuatan dahsyat di kota Hiroshima dan Nagasaki. Kerugian yang dialami Jepang begitu besar, tidak hanya secara materi, jumlah nyawa yang melayang akibat bom atom ini pun terbilang sangat besar. Efeknya Jepang mengalami kelumpuhan total yang akhirnya membuat Jepang menyerah pada sekutu.
Ketika mendengar berita pemboman tersebut, Kaisar Hirohito selaku pemimpin tertinggi Jepang pada saat itu langsung mengumpulkan para Jenderal lalu menanyakan “Berapakah jumlah guru yang tersisa”? Pertanyaan mengenai jumlah guru yang tersisa ini membuat bingung para jenderal lalu menegaskan kepada Sang Kaisar, bahwa mereka masih mampu menyelamatkan dan melindungi Kaisar, walau tanpa kehadiran para guru. Menanggapi perkataan ini, Kaisar Hirohito mengatakan bahwa Jepang telah jatuh. Kejatuhan ini dikarenakan mereka tidak belajar. Jenderal dan tentara Jepang boleh jadi kuat dalam senjata dan strategi perang, tetapi tidak memiliki pengetahuan mengenai bom yang telah dijatuhkan Amerika.
Mengapa guru begitu penting dan sangat dibutuhkan negara? Karena Guru adalah sosok pengajar dan pendidik yang sebenarnya. Dalam UU RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1 disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Meskipun menurut KBBI kata guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar, tetapi pada hakikatnya menjadi seorang guru tidaklah cukup dengan mengajarkan materi pelajaran saja. Guru tidak hanya sebatas profesi melainkan tanggung jawab yang besar karena sangat menentukan kelangsungan sebuah bangsa. Bahkan disebut-sebut bahwa guru adalah pekerjaan yang paling mulia.
Ada tiga alasan penting mengapa guru ini kedudukannya begitu terhormat dan mulia, yaitu:
Pertama, menjadi seorang guru bukan berarti sudah tidak perlu belajar lagi. Pengetahuan tentang ilmu yang diajarkan harus selalu dipelajari supaya tidak salah konsep dalam mengajarkannya. Selain itu banyak sekali perkembangan-perkembangan dalam dunia pendidikan yang wajib selalu diikuti. Menjadi guru adalah menjadi pembelajar sepanjang hayat yang akan menjadi inspirasi siswa untuk selalu belajar dengan giat.
Kedua, guru harus selalu up to date terhadap segala perkembangan dan dinamika pendidikan. Dunia pendidikan selalu berkembang banyak tren-tren baru yang bermunculan. Jika Guru sebagai pengajar dan pendidik ketinggalan, maka jangan salahkan jika siswa menjadi bosan dan tidak bersemangat belajar karena gurunya ketinggalan zaman.
Ketiga, guru itu harus ikhlas. Beratnya tugas yang diemban oleh guru terkadang tidak sesuai dengan gaji yang didapat. Untuk menjaga supaya guru tetap pintar, tetap bahagia dalam menjalankan tugasnya, rasa ikhlas perlu untuk selalu dipupuk. Jangan sampai karena urusan materi membuat siswa tidak mendapatkan haknya untuk belajar dengan optimal. Seorang guru adalah pahlawan sepanjang waktu dalam mencurahkan ilmunya kepada siswanya.
Bayangkanlah sejenak diri kita sebelumnya, lalu lihatlah bagaimana diri kita hari ini? Bukankah guru yang telah berjasa mendidik dan mengajari kita? Tidak ada satu manusia pun yang sukses tanpa guru. Melalui gurulah Allah SWT. memberikan kita ilmu, pengetahuan, dan ketrampilan. Islam sendiri telah memberikan tempat dan derajat yang tinggi bagi para guru sebagaimana hukum menuntut ilmu . Sebab mereka termasuk ke dalam golongan orang-orang berilmu yang selalu mengamalkan ilmunya sebagai fungsi iman kepada Allah SWT . Sebagaimana Firman Allah SWT:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Mujadalah (58): 11).
Guru atau pengajar bukan hanya sekedar sebuah profesi. Nilai esensi yang terkandung di dalamnya adalah bahwa seorang guru memiliki tugas dalam menyebarluaskan ilmu yang bermanfaat. Tentunya hal ini dapat menjadi ladang pahala yang akan selalu mengalir meskipun sang guru nantinya sudah berpulang ke pangkuan Allah SWT. Sebagaimana dalam hadits:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ : إِذَا مَاتَ اَلْإِنْسَانُ اِنْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالَحٍ يَدْعُو لَهُ – رَوَاهُ مُسْلم
“Dari Abu Hurairah ra. Bahwa Rasulullah SAW bersabda: ‘Apabila seorang manusia telah meninggal maka terputuslah amalannya kecuali 3 hal yaitu: Shodaqah jariyah atau ilmu yang bermanfaat atau anak sholeh yang mendo’akan orang tuanya” (HR. Muslim)
Imam Al-Ghozali juga mengatakan bahwa siapa yang memilih pekerjaan mengajar (guru) sesungguhnya ia telah memilih pekerjaan yang sangat mulia. Karena di dalam Islam, guru memiliki banyak keutamaan seperti menurut sebuah hadis yang menyebutkan,
“Sesungguhnya Allah, para malaikat dan semua makhluk yang ada di langit dan di bumi, sampai semut yang ada di liangnya dan juga ikan besar, semuanya bershalawat kepada muallim (orang yang berilmu dan mengajarkannya) yang mengajarkan kebaikan kepada manusia (HR. Tirmizi).
Berbicara tentang guru tentu tidak bisa dilepaskan dari sosok seorang yang berilmu, berwawasan luas di bidang tertentu, berjasa mengantarkan orang lain kepada kebaikan, dan mencegahnya dari keburukan. Sebab, hanya orang-orang berilmu, berwawasan luas, dan menginginkan orang lain menjadi baik, yang mampu menjalankan tugas-tugas tersebut. Sebagai agama yang mulia, Islam mendorong sekali umatnya menjadi seorang pendidik yang berilmu, menyuruh kepada kebaikan, mencegah dari keburukan. Bahkan, mereka digolongkan sebagai orang-orang beruntung, baik di dunia maupun di akhirat. Sebagai orang yang merintis dan mengajak kebaikan, guru dan orang berilmu juga berhak mendapat balasan sebagaimana yang digambarkan dalam sabda Rasulullah saw., “Siapa saja yang menempuh jalan kebaikan, maka dia mendapat pahalanya, sekaligus pahala orang yang turut mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun,” (HR. Ibnu Abi Syaibah).
Menurut Adian Husaini, jiwa pengajar adalah kunci kemajuan pendidikan sekaligus kemajuan bangsa. Jiwa yang sehat adalah jiwa yang bersih dari penyakit syirik, dengki, riya’, nifak, sombong, cinta dunia, gila jabatan, penakut, lemah semangat, dan sebagainya. Sebagai seorang guru, setiap kita wajib menjadi pengajar atau pembelajar atau keduanya. Sebagaimana Allah berfirman dalam QS. Ali Imran (03): 79 yang artinya:
“…. Hendaknya kamu menjadi orang-orang Rabbani, karena kamu selalu mengajarkan al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.”
Semoga kita para guru, penyuluh agama, ustad dan mubalig bisa menemukan keberkahan hidup karena mengajar itu tidak hanya sekadar menjadi “ladang uang”, namun juga bisa menjadi “ladang amal” untuk kita.
Selamat Hari Guru. Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku.