Opini

Idul Fitri: Tranggulasi Karakter Spiritual

Berbagi yuks..

Oleh : Mahsun *)

Moderanesia – Satu Syawal tiba. Idul fitri menjadi bukti kemenangan spiritualitas umat manusia di tengah gempuran teknologi informasi yang menjajakan kemewahan dunia.

Sebulan penuh spiritualitas kita telah digodok dalam kawah candradimuka Ramadhan. Selama berpuasa, kita melawan dorongan lapar, haus dan nafsu duniawi yang lain. Tentu, Kita bisa mencari kesempatan dan tempat untuk menuruti dahaga dan lapar, akan tetapi kita memilih untuk melawan itu dan menyelesaikan puasa. Ini adalah bukti bahwa kita memenangkan pertarungan melawan syaitan dan hawa nafsu, dan dididik menjadi pribadi yang hanif.

Pada saat menjalani puasa, kita telah otomatis terlatih menghadapi tantangan dan hambatan, seperti lapar dan haus. Dengan memilih menyelesaikan puasa, tidak hanya sehari, melainkan sebulan penuh itu, kita telah dididik  menjadi pribadi muslim yang tahan uji terhadap rintangan dan godaan kehidupan. Disinilah kita dididik menjadi pribadi yang kuat dan andal.

Selama menjalani puasa sesungguhnya kita juga sedang menjalin kerahasiaan dengan Allah swt. Puasa adalah ibadah yang sangat personal, privasi. Antara kita dengan Allah swt. Karena itu, puasa kita adalah proses pembelajaran keikhlasan bagi hati kita. Selain itu, hati dan pikiran kita benar-benar diisi oleh suatu kesadaran bahwa Allah swt mengawasi kita. Kesadaran merasa diawasi oleh Allah swt muncul melalui kesadaran bahwa puasa adalah ibadah rahasia. Sampai disini kita benar-benar diajari bagaimana merasai kesadaran diawasi oleh Allah swt dalam setiap detik dan detail laku kita. Disinilah kita dididik menjadi pribadi yang muhlis.

Selama puasa kita mengalami sebuah pembelajaran bernama pengendalian diri. Dengan merasai lapar, haus dan pengekangan terhadap hawa nafsu diri sendiri, pada saat itu juga kita sedang belajar bagaimana merasai nasib sesama kita yang menderita lapar dan dahaga di luar bulan Ramadhan. Kita dididik secara langsung untuk merasai apa yang dirasakan saudara-saudara kita yang miskin, yang kesulitan untuk memenuhi kebutuhan makan dan minumnya setiap hari. Nasib saudara-saudara kita yang hari-harinya diikat oleh keterbatasan. Disinilah ibadah puasa melatih kita untuk memiki kepekaan sosial. Disinilah ibadah puasa menumbuhkan kepedulian sosial. Disinilah ibadah puasa menciptakan mata rantai penguatan sosial. Dimana yang berkecukupan [yang lebih kaya] berkomitmen untuk membantu yang fakir, yang miskin. Disinilah kita dididik menjad pribadi yang memiliki keshalihan sosial

Ibadah puasa kita adalah proses penanaman tanggungjawab. Kita dilatih menjadi pribadi yang bertanggungjawab atas pilihan kita, atas keimanan kita dan atas komitmen kita untuk menjalani perintah Allah swt dengan segala ketentuan dan akibatnya. Setiap kita diberi tanggungjawab dan akan mempertanggungjawabkan apa yang kita terima, apa yang kita emban, apa yang kita pikul. Sampai disinilah ibadah puasa merupakan proses pelatihan jiwa kepemimpinan bagi setiap manusia tanpa terkecuali. Kenapa? Karena setiap kita adalah pemimpin. Disinilah kita dididik menjadi seorang pemimpin. Di hari Idul Fitri ini kita telah lulus menjadi pribadi yang mulia. Tugas beratnya adalah mempertahan kemuliaan itu selama satu tahun mendatang, utamanya di tengah percepatan teknologi informasi yang semakin banyak menggantikan peran manusia. Bahkan di beberapa kasus, sudah melampaui kemampuan manusia. Momentum Idul Fitri adalah tranggulasi bagi keunggulan karakter dan spiritual kita, manusia pengelola teknologi.(*)

*) Ketua 1 PP IPARI, PKU MUI 2021

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *