Lima Manusia Utama Yang Ditangisi Kematiannya
Oleh : Nur Ariyanto (PAIF Kab. Kendal)
Khutbah ke-1
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الْمَحْمُوْدِ عَلَى كُلِّ حَالٍ، اَلْمَوْصُوْفِ بِصِفَاتِ الْجَلاَلِ وَالْكَمَالِ، الْمَعْرُوْفِ بِمَزِيْدِ اْلإِنْعَامِ وَاْلإِفْضَالِ. أَحْمَدُهُ سُبْحَاَنَهُ وَهُوَ الْمَحْمُوْدُ عَلَى كُلِّ حَالٍ. اَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ الْغَنِيُ كُلِّ مَا سِوَاهُ وَالْمُفْتَقِرُ إِلَيْهِ كُلُّ شَيْءِ فِى سَائِرِ الْمَخْلُوْقَات, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَخَلِيْلُهُ الصَّادِقُ الْمَقَالِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ خَيْرِ صَحْبٍ وَآلٍ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كثيرا. أَمَّا بَعْدُ؛ فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوا اللهَ تَعَالَى حَقَّ تُقَاتِهِ، حَيْثُ قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ : اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ.
Jama’ah sidang jum’at yang berbahagia,
Marilah kita panjatkan puja dan puji syukur kepada Allah atas segala nikmat yang telah diberikan kepada kita. Termasuk hari ini Allah masih meberikan kepada kita kesehatan, keimanan, keislaman dan juga kesempatan untuk menjalankan kewajiban kita sebagai seorang muslim, yaitu shalat Jum’at secara berjama’ah. Semoga Allah memberikan keberkahan dalam kehidupan ini sehingga kita termasuk golongan yang selamat di dunia dan akhirat.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan untuk Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam yang sangat kita nantikan syafa’atnya di hari pembalasan nanti.<br>Di sini kami berwasiat untuk pribadi kami sendiri dan pada hadirin sekalian. Marilah kita senantiasa meningkatkan takwa kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan selalu berusaha melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Jama’ah sidang jum’at yang berbahagia,
Dalam kehidupan ini ada manusia yang hidupnya tak diharapkan oleh orang lain serta kepergiannya pun tak tak ada yang menangisi. Yang demikian ini karena selama hidupnya yang dominan ialah keburukan yang tercermin dari akhlak dan perangainya. Akan tetapi ada juga sebaliknya, terdapat manusia yang kedatangannya dinantikan dan kepergiannya ditangisi banyak orang. Yang demikian ini terjadi karena orang tersebut selama hidupnya penuh kebaikan dan bermanfaat bagi orang lain. Orang seperti inilah manusia terbaik sebagaimana yang disabdakan Rasulullah;
خَيْرُ الناسِ أَنفَعُهُم لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (HR. Ath-Thabrani).
Yang menjadi pertanyaan bagi kita ialah; kita akan memilih menjadi yang mana? Orang yang kematiannya biasa saja, ataukah orang yang kematiannya mampu membuat orang lain menangis dan menyesali kepergiannya?
Jamaah sidang jum’at yang berbahagia.
Dalam kitab Fawaidul Mukhtaroh disebutkan, ada lima manusia yang kematiannya menjadi kehilangan bagi yang lain, sehingga kalau orang-orang seperti ini meninggal banyak yang bersedih dan menyesali kepergiannya. Mereka ini orang-orang utama yang perlu kita contoh perilakunya dalam kehidupan ini. Siapakah mereka itu?
Pertama, Orang yang mengajarkan Qur’an. Manusia yang mau mempelajari dan mengajarkan al-Qur’an merupakan manusia terbaik. Hal ini sebagaimana disabdakan Rasulullah,
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ اْلقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
“Sebaik-baik orang di antara kamu adalah orang yang belajar al-Qur’an dan mengajarkannya” (HR. Bukhori).
Hadits di atas menunjukkan betapa mempelajari Al-Qur’an sampai menjadi ahli dan mau mengajarkannya bisa mengangkat derajat manusia menjadi begitu tinggi dan mulia. Bahkan sangking mulianya para ahli Qu’an, Rasulullah menyebutkan bahwa mereka menjadi keluarga Allah di antara para manusia. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits;
إِنَّ لِلَّهِ أَهْلِينَ مِنَ النَّاسِ, قَالُوا : مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ : أَهْلُ الْقُرْآنِ هُمْ أَهْلُ اللَّهِ وَخَاصَّتُهُ
“Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga di antara manusia, para sahabat bertanya, “Siapakah mereka ya Rasulullah?” Rasul menjawab, “Para ahli Al Qur’an. Merekalah keluarga Allah dan hamba pilihanNya” (HR. Ahmad).
Mengajarkan Al-Qur’an bisa bermacam-macam. Ada yang mengajarkan cara membacanya, ada yang fokus dalam hafalan, ada pula yang mengajarkan berbagai macam qira’ahnya. Ada juga yang mengajarkan tafsir serta berbagai macam ajaran agama yang bisa digali di dalamnya.
Rasulullah sendiri merupakan pengajar Al-Qur’an terbaik sepanjang masa. Bahkan bukan hanya mengajarkan, Rasulullah juga telah mengamalkan apa-apa yang ada dalam al-Qur’an dalam kehidupannya. Karena itulah beliau dijuluki al-Qur’an berjalan. Maka wafatnya beliau menjadi duka yang mendalam bagi umat Islam. Demikian pula pada generasi-generasi selanjutnya, meninggalnya para ahli Qur’an yang mau mengajarkan ilmunya selalu membuat orang lain merasa kehilangan.
Jamaah sidang jum’at yang berbahagia.
Kedua, Pahlawan yang pemberani. Dalam kehidupan ini manusia pasti mengidolakan para pahlawan yang mampu membantu mereka menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada. Pahlawan di sini bukan hanya pahlawan besar dalam level luas yang dengan gagah berani mengorbankan jiwa dan raganya untuk membela bangsa, negara ataupun agama.
Pahlawan juga ada di sekitar kita, bahkan dalam keluarga kita sendiri. Seorang ayah yang bertanggung jawab tentu saja menjadi pahlawan bagi keluarganya. Ia rela berpeluh keringat membanting tulang untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Di sela-sela badannya yang serasa remuk-redam karena bekerja ia masih memikirkan bagaimana mendidik istri dan anaknya agar menjadi manusia-manusia baik yang selalu dekat dengan nilai-nilai agama.
Demikian pula seorang istri yang mampu memerankan fungsinya dengan baik. Iapun menjadi pahlawan yang berharga bagi suami dan anak-anaknya. Jerih payahnya mengorbankan waktu dan tenaga untuk melayani suami dan merawat serta menjaga anaknya patut dan sangat layak dihargai. Karena itulah meninggalnya Khadijah istri Rasulullah dan Abu Thalib sampai membuat Rasulullah sangat bersedih.
Mereka berdua merupakan sebagian pahlawan-pahlawan yang ada di sekitar beliau. Karena itulah tahun meninggalnya Khadijah dan Abu Thalib sampai disebut Amul Huzni (Tahun Kesedihan). Demikian pula meninggalnya para sahabat dalam perang uhud dan berbagai perang yang dilakukan Rasulullah bersama kaum muslimin juga menyisakan duka yang mendalam. Oleh karena itu, dalam kehidupan ini jadilah pahlawan. Kalau belum bisa untuk untuk masyarakat yang luas, setidaknya untuk orang-orang terdekat kita.
Jamaah sidang jum’at yang berbahagia.
Ketiga, ialah orang kaya yang dermawan. Banyak manusia yang diberi anugrah kekayaan oleh Allah, tapi tidak semuanya mau berbagi dengan orang lain. Ada diantara mereka yang lebih memilih untuk bakhil dengan kekayaannya sehingga ia banyak dibenci orang. Kekayaannya ia nikmati sendiri tanpa memperhatikan sedikitpun orang yang membutuhkan uluran tangannya. Manusia seperti inilah yang diperbudak oleh harta. Mereka mengira, menumpuk harta dan bersikap bakhil itu baik dan menyejahterakan kehidupannya. Selain dibenci oleh manusia di dunia, di akherat nanti harta yang menyebabkan mereka bakhil itu akan dikalungkan di lehernya. Hal ini sebagaimana firman Allah
وَلَا يَحْسَبَنَّ ٱلَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَآ ءَاتَىٰهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضْلِهِۦ هُوَ خَيْرًا لَّهُم ۖ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَّهُمْ ۖ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا۟ بِهِۦ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ ۗ وَلِلَّهِ مِيرَٰثُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
”Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Ali-Imron : 180)
Hal ini tentu sangat berbeda dengan orang yang dermawan. Harta yang mereka miliki digunakan untuk memperjuangkan agama dan membantu sesama. Ia merasa bahagia dengan membantu orang lain. Karena itulah banyak orang yang mencintainya. Ketika ia meninggal banyak orang yang menangisi kepergiannya. Di akhirat pun harta yang mereka miliki dan diinfakan di jalan Allah mendatangkan pahala yang besar. Allah SWT berfirman
وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَلِأَنْفُسِكُمْ ۚ وَمَا تُنْفِقُونَ إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ ۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ
“Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allâh), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allâh. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya” (Qs. Al-Baqarah : 272).
Jamaah sidang jum’at yang berbahagia.
Keempat, orang berilmu yang mengamalkan ilmunya. Di akhir zaman ini banyak orang yang berilmu, tapi tidak semua yang berilmu itu mampu mengamalkan ilmunya, termasuk dalam ranah agama. Oleh karena itu kita sering mendapati orang yang pandai berceramah akan tetapi perbuatannya sangat jauh dari kebaikan-kebaikan yang dia ucapkan dalam ceramahnya itu. Hal ini sebagaimana perilaku Bani Israil yang dicela dan digambarkan dalam al-Qur’an.
أَتَأْمُرُونَ ٱلنَّاسَ بِٱلْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ ٱلْكِتَٰبَ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?” (QS. Al-Baqarah : 44).
Bagi seorang muslim, menjaga integritas dirinya dengan menyesuaikan apa yang diucapkan dengan yang dilakukan menjadi sesuatu yang sangat penting. Bukan sekedar agar dihormati orang lain, tetapi sebagai wujud tanggung jawabnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apalagi dengan tegas Allah telah berfirman;
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ, كَبُرَ مَقْتًا عِندَ ٱللَّهِ أَن تَقُولُوا۟ مَا لَا تَفْعَلُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan” (As-Shaff : 2-3).
Kalau dalam ranah agama saja banyak manusia yang tidak konsisten dengan ucapannya, apalagi dalam ranah yang lain. Dalam ranah politik misalnya, banyak orang yang tidak konsisten antara yang diucapkan ketika kampanye dengan prakteknya ketika menjabat. Yang demikian membuat orang seperti ini tidak dicintai oleh para pendukungnya sendiri, apalagi para penentangnya. Hal sebaliknya terjadi pada orang yang konsisten antara ucapan dan tindakannya. Bukan hanya orang yang mendukung, yang membencinya pun berbalik mencintainya sehingga ketika orang seperti ini meninggal akan banyak yang menyesali kepergiannya.
Jamaah sidang jum’at yang berbahagia.
Kelima, ialah pemimpin yang adil. Menjadi pemimpin bukanlah sesuatu yang mudah. Dalam konsep Islam tanggungjawab kepemimpinan bukan hanya di dunia, tapi sampai akhirat nanti. Sangking beratnya amanah yang dipikul pemimpin, Rasulullah tidak mengajurkan Abdurrahman bin Samurah sahabatnya untuk minta amanah kepemimpinan. Hal ini sebagaimana sabda beliau;
يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ سَمُرَةَ لَا تَسْأَلْ الْإِمَارَةَ فَإِنَّكَ إِنْ أُوتِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا وَإِنْ أُوتِيتَهَا مِنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا وَإِذَا حَلَفْتَ عَلَى يَمِينٍ فَرَأَيْتَ غَيْرَهَا خَيْرًا مِنْهَا فَكَفِّرْ عَنْ يَمِينِكَ وَأْتِ الَّذِي هُوَ خَيْرٌ
“Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah kamu meminta jabatan! Karena sesungguhnya jika diberikan jabatan itu kepadamu dengan sebab permintaan, pasti jabatan itu (sepenuhnya) akan diserahkan kepadamu (tanpa pertolongan dari Allâh). Dan jika jabatan itu diberikan kepadamu bukan dengan permintaan, pasti kamu akan ditolong (oleh Allâh Azza wa Jalla) dalam melaksanakan jabatan itu. Dan apabila kamu bersumpah dengan satu sumpah kemudian kamu melihat selainnya lebih baik darinya (dan kamu ingin membatalkan sumpahmu), maka bayarlah kaffârah (tebusan) dari sumpahmu itu dan kerjakanlah yang lebih baik (darinya)” (HR. Bukhari).
Bagi seorang muslim yang baik jabatan bukanlah sesuatu yang harus dikejar. Ketika ia datang padanya bisa dijadikan ladang amal dengan menjaga amanah dan memanfaatkannya dengan baik. Jabatan itu ia gunakan sebagai sarana meninggikan kalimat Allah. Selain itu dengan jabatan ia gunakan untuk menyejahterakan orang-orang yang ia pimpin. Ia pun memperlakukan setiap orang dengan adil tanpa pandang bulu dan melihat dari mana mereka berasal. Ia faham betul dengan murka Allah terhadap pemimpin yang tidak adil.
Ketika pemimpin yang adil seperti ini berpulang untuk menghadap Allah Sang Pencipta, pasti banyak yang menangis menyesali kepegiannya. Karena itu marilah kita do’akan para pemimpin kita agar menjadi pemimpin yang adil, yang mampu menyejahterakan rakyatnya dan bisa mengantarkannya selamat dunia akhirat.
Jamaah sidang jum’at yang berbahagia
Demikian tadi telah kita kaji bersama, yaitu lima golongan manusia yang karena keutamaan pada dirinya menjadikan kematiannya mampu membuat orang bersedih dan menangisi kepergiannya. Semoga kita bisa menjadi salah satu diantaranya. Aamiin ya rabbal ‘alamin.
بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم – ونفعني وإياكم بما فيه من الأيات والذكر الحكيم – وتقبل مني ومنكم تلاوته إنه هو السميع العليم – أقول قولي هذا واستغفر الله العظيم لي ولكم ولسائر المسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم.
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبرَ