Teladan dari Sang Penggembala
Oleh : Almukaromah ( PAIF Kabupaten Batang )
Bulan Maulid atau Robi’ul awwal merupakan bulan istimewa dan bahagia. Karena ada peristiwa spesial pada 15 abad lalu, yakni Nabi Muhammad dilahirkan. Warga muslim dunia, termasuk Indonesia memperingati kelahirannya dengan berbagai jenis kegiatan. Rona masyarakat berpendar aura gegap gempita, hingga di pojok pojok kampung. Hampir setiap hari, khusus di bulan kelahiran Rasululloh Shallaallahu ‘alaihi Wasallam dapat ditemui kumandang shalawat bersahutan.
Hal ini karena sekecil dan sesederhana apapun fase perjalanan kehidupan Rasulullah menjadi penerang dalam kehidupan umat manusia. Menjadi uswah hasanah, keteladanan yang tidak pernah habis dikisahkan dan diteladani. Tak hanya untuk yang muslim saja, namun seluruh umat manusia.
Meneladani akhlak Rasulullah SAW merupakan salah satu bentuk ketaatan kepada beliau. Akhlak terpuji menjadi cara paling utama guna mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Berani menjadi Penggembala sejak belia
Sejak Umur 6 tahun Muhammad kecil telah menjadi seorang yatim piatu. Kemudian sampai usia 8 tahun, diasuh dan sangat dicintai oleh kakeknya Abdul Mutholib. Setelah wafat, beliau tinggal bersama pamannya yaitu Abu Thalib yang juga sangat menyayangi dan selalu mengayomi.. Kedudukan Abu Thalib adalah pemimpin Bani Hasyim pasca Abdul-Muththalib meninggal. Ia menikah dengan Fatimah binti Asad dan memiliki 6 orang anak.
Dalam sejarah dikisahkan sang paman berada pada posisi ekonomi yang tidak stabil. Muhammad belia, bukan anak yang suka berpangku tangan, menerima fasilitas dari Abu Thalib. Meskipun keluarga pamannya selalu memuliakannya. Setelah mendapat restu pamannya, Rasulullah Muhammad menjadi penggembala di usia 8 hingga 12 tahun. Menggembala merupakan pekerjaan halal, meski berkesan rendahan dan memerlukan kerja keras. Menurut buku Bilik-bilik Cinta Muhammad (Nizar Abazhah, 2018) disebutkan, salah satu alasan Nabi Muhammad menggembala kambing saat anak-anak adalah untuk meringankan beban keuangan yang dialami pamannya, Abu Thalib.
Bangga Menjadi Penggembala
Saat Nabi Muhammad SAW dewasa dan dipilih Allah sebagai utusan-Nya. Beliau tetap merasa bangga dengan masa kecilnya sebagai penggembala kambing. Husain Haekal dalam bukunya Hayatu Muhammad (Kehidupan Muhammad) menuliskan, Rasululloh Muhammad bangga terhadap masa kecilnya dengan bersabda, “Nabi-nabi yang diutus Allah itu penggembala kambing. Musa diutus, dia penggembala kambing, Daud diutus, dia penggembala kambing, aku diutus, juga penggembala kambing keluargaku di Ajyad.”
Di antara ayat yang menceriterakan kisah Nabi Musa menggembalakan kambing milik Nabi Syu’aib, sebagai mahar untuk calon isterinya ada di Qur’an Surah Al-Qashash 23-28.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا بَعَثَ اللَّهُ نَبِيًّا إِلاَّ رَعَى الْغَنَمَ . فَقَالَ أَصْحَابُهُ: وَأَنْتَ؟ فَقَالَ : نَعَمْ كُنْتُ أَرْعَاهَا عَلَى قَرَارِيطَ لأَهْلِ مَكَّةَ
“Tidak ada Nabi kecuali pernah menjadi penggembala kambing.” Mereka para sahabat bertanya, “Apakah engkau juga wahai Rasulullah?” Beliau berkata, “Iya, saya telah menggembala dengan imbalan beberapa qirath (mata uang dinar, pen.) dari penduduk Mekah.” (HR. Bukhari, no. 2262)
Dalam riiwayat lain, Rasulullah SAW. bersabda: “Imam yang diangkat untuk memimpin manusia itu laksana penggembala, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang digembalakannya)“. (HR. Imam Al Bukhari.)
Teladan dari Sang Penggembala
Tidak ada yang sia-sia dari setiap fase perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW. Semua menjadi teladan dan pelajaran untuk umat manusia, termasuk kisah penggembalaan Muhammad kecil. Didalamnya mengandung ‘ibroh agar kelak menjadi pemimpin yang berintegritas dan pemberani. Di antara hikmah yang bisa diambil adalah sebagai berikut:
- Berani sejak belia, melatih Skill dan karakter kepemimpinan
Menanamkan karakter dan kebiasaan baik serta ketrampilan harus dimulai sejak kecil. Disesuaikan kondisi anak, keluarga dan lingkungan sekitar.
Ibnu Hajar menyebutkan bahwa hikmah di balik penggembalaan kambing sebelum masa kenabian tiba ialah agar terbiasa mengatur kambing yang nantinya akan terbiasa menangani problematika umat manusia. (Fath Al-Bari, 4:441).
- Belajar Sabar
Berlatih sabar dalam menyantuni dan mengayomi. Menggembala saat kambing berjumlah banyak lantas ada yang terpisah, maka penggembala harus memiliki kemampuan menggiring dan mengaturnya. Ada kambing yang punya sifat taat dan membangkang. Pengalaman tersebut berguna untuk mengatur orang dengan tabiat berbeda. ( disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Fath Al-Bari, 4:441).
Berani Mandiri ekonomi,
Mandiri adalah cara berpikir dan bertindak yang harus dibangun di masyarakat. Mental suka meminta fasilitas dari pihak lain bukanlah karakter yang harus dipertahankan. Rasulullah SAW bersabda, profesi yang paling baik yaitu yang dikerjakan dengan jerih payah sendiri:
مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَامُ كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
Artinya: “Tidak ada seseorang yang memakan satu makanan pun yang lebih baik dari makanan hasil usaha tangannya (bekerja) sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Allah Daud AS memakan makanan dari hasil usahanya sendiri.” (HR al-Bukhari).
Pada masa kanak-kanak dan remaja, Nabi Muhammad SAW telah bekerja keras. Padahal, beliau dilahirkan dari bani paling mulia di antara suku Quraisy, yakni Bani Hasyim.
- Belajar Percaya diri.
Tidak minder dalam kondisi apapun. Pekerjaan yang halal, seperti menggembala misalnya, harus dibanggakan. Meski sebagian masyarakat menganggap rendah dan tidak bergengsi
- Harus Kuat Fisik
Pekerjaan menggembala tidak mengenal cuaca. Baik saat musim dingin atau panas, mereka berada di alam bebas menjaga kambing-kambingnya dan tidak boleh panik.
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,ketika menghadapi binatang buas.
الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَان
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun, keduanya tetap memiliki kebaikan. Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan: ‘Seandainya aku lakukan demikian dan demikian.’ Akan tetapi hendaklah kau katakan: ‘Ini sudah jadi takdir Allah. Setiap apa yang telah Dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena perkataan law (seandainya) dapat membuka pintu setan.”
Prof. M.Mahmud Imaroh, pakar sejarah Islam dan ahli sirah mengatakan bahwa ‘ibrah dari menggembala kambing dengan ungkapan yang menarik yaitu, min ro”yil ghonam ila ri ayatil umam, “Dari penggembala kambing menuju kepemimpinan umat”.
Lihatlah, bagaimana Nabi mengasah karakter dan skill memimpinnya sejak belia. Jadi, bersemangatlah untuk melatih diri dan mengajak umat untuk bersama meneladani sifat-sifat terpuji Rasulullah. Untuk menjadi pemimpin diri, keluarga dan umat, seimbangkanlah antara Akhlak, ibadah dan muamalah.Wallahu a’lam bishawab