Keluarga sebagai Basis Moderasi Beragama
Oleh: Zahrotun Nisa (PAI Kemenag Kota Semarang)
TEKS HADIS
حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَثَلِ الْبَهِيمَةِ تُنْتَجُ الْبَهِيمَةَ هَلْ تَرَى فِيهَا جَدْعَاءَ
Artinya: Telah menceritakan kepada Adam telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dza’bin dari Az-zuhriyyi dari Abu Salamah bin Abdur rahman dari Abu Hurairah berkata: Nabi SAW bersabda: setiap anak dilahiran dalam keadaan fitrah. Kemudian kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi sebagaimana binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian melihat ada cacat padanya?
Keluarga sebagai satuan terkecil masyarakat menjadi basis kuat dalam pendidikan (madrasatul ula) dan sangat strategis dalam upaya penanaman nilai- nilai karakter yang diharapkan. Selaras dengan hadits, maka dalam pendidikan dan pembentukan karakter anak, peran orang tua sangat central dalam menanamkan pendidikan kepada anak-anaknya.
Orang tua adalah orang yang memiliki peran penting dalam pembentukan karakter anak. Sehingga dalam pendidikan keluarga orang tua berperan sebagai pendidik dan anak berperan sebagai anak didik.
KELUARGA HARMONIS
Menurut Al-Ghazali ,pendidikan memiliki dua tujuan utama yaitu; pertama, pendidikan menjadi saran menuju kesempurnaan manusia, yang puncaknya adalah kedekatan kepada Allah swt., kedua, pendidikan menjadi sarana yang akan mengantarkan manusia pada puncak kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.(Ladzi Safrony, 2013). Beradasar fakta demikian, maka bagaimana menjadikan keluarga sebagai basis pendidikan moderasi beragama?
Terdapat beberapa aspek dalam keharmonisan suatu keluarga. Defrain (1999) mengemukakan aspek-aspek keharmonisan keluarga sebagai berikut:
Commitment (Komitmen), Keluarga yang harmonis memiliki komitemn saling menjaga dan meluangkan waktu untuk keluarga demi kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga. Masing- masing anggota keluarga meluangkan waktu dan energi untuk kegiatan keluarga dan tidak membiarkan pekerjaan atau kegiatan lain mengambil waktu keluarga.
Appreciation and Affection (Apresiasi dan Afeksi). Keluarga yang harmonis mempunyai kepedulian antar anggota keluarga, saling menghargai sikap dan pendapat anggota keluarga, memahami pribadi masing-masing anggota keluarga dan mengungkapkan rasa cinta secara terbuka.
Positive Communication (Komunikasi yang Positif). Keluarga yang harmonis sering mengidentifikasi masalah dan mencari jalan keluar dari masalah dengan cara mengkomunikasikan secara bersama-sama. Keluarga yang harmonis juga sering menghabiskan waktu untuk berkomunikasi dan saling mendengarkan satu sama lain, walaupun persoalan yang di bicarakan tidak terlalu penting.
Time Together (Mempunyai Waktu Bersama). Keluarga yang harmonis selalu memiliki waktu untuk bersama, seperti: berkumpul bersama, makan bersama, mengontrol anak bermain dan mendengarkan masalah dan keluhan-keluhan anak.
Spiritual Well-Being (Menanamkan Nilai-Nilai Spiritual dan agama). Keluarga yang harmonis memegang nilai-nilai spiritual dan keagamaan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari dikarenakan di dalam agama terdapat nilai-nilai moral dan etika bagi kehidupan.
Ability to Cope with Stress and Crisis (Kemampuan untuk Mengatasi stress dan Krisis). Keluarga yang harmonis memiliki kemampuan untuk mengelola stres sehari- hari dengan baik dan krisis hidup dengan cara yang kreatif dan efektif. Keluarga yang harmonis tahu bagaimana mencegah masalah sebelum terjadi, dan bekerja sama menyelesaikan masalah dengan cara mencari penyelesaian terbaik dari setiap permasalahan
Hubungan keluarga yang baik antara anak dan orang tua dapat tercipta melalui hal-hal kecil yang dilakukan setiap hari. Orang tua dapat menumbuhkan nilai-nilai toleransi beragama terhadap anak mulai dari hal-hal yang sederhana, seperti rasa empati, sikap mau mendengarkan, berkomunikasi secara efektif, dan lain-lain. Perlu ditanamkan terhadap keluarga bahwa nilai-nilai toleransi sangatlah penting dan mengajarkan kepada anak-anak arti menghargai terhadap sesama
Poin utama yang perlu digarisbawahi ialah kehidupan beragama keluarga. Hal ini sangat penting karena di dalam ajaran agama terkandung nilai-nilai yang mengatur seluruh kehidupan manusia (untuk beribadah). Sudah menjadi kewajiban bagi setiap penganutnya untuk menjalankan semua perintah yang dianjurkan agama dan menjauhi seluruh larangan yang ada di dalamnya. Sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an surat Adz-Dzariyat ayat 56 yang artinya sebagai berikut: “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi/ beribadah kepadaku.”
Demikian pula perintah untuk saling menghormati dan saling mengasihi satu dengan yang lain. Oleh karenanya, agama memiliki peran penting dalam pembentukan kepribadian bagi anak-anak. Bahwa proses pembinaan nilai-nilai agama sejak dini hingga dewasa, akan menghindarkan anak-anak dari pelanggaran-pelanggaran moral. Dengan demikian keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama dan utama dalam mempersiapkan generasi-generasi terbaik bangsa. Sementara agama menjadi fondasi dan bekal utama bagi generasi muda dalam mengarungi kehidupan yang penuh dinamika dan penuh keanekaan dan keberagaman dalam agama, suku, budaya, ras. Dengan basic agama yang baik dalam keluarga, anak anak diharapkan akan tumbuh dan berkembang serta mempunyai kepribadian yang mampu bertoleransi dan menghormati perbedaan dengan arif dan bijaksana, inilah sikap moderat yang diharapkan oleh bangsa dan Negara kita.
NILAI MODERASI BERAGAMA DALAM KELUARGA
Moderasi beragama atau sikap moderat dalam beragama secara umum merupakan proses memahami sekaligus mengamalkan ajaran agama secara adil dan seimbang. Ini berguna agar terhindar dari perilaku ekstrem atau berlebih-lebihan saat mengimplementasikan dalam kehidupan keseharian. Terkait dengan sikap moderat dalam beragama bukanlah sesuatu yang jauh dari kehidupan sehari-hari. Moderasi beragama ada dalam relasi suami istri, cara mendidik anak, dan seterusnya. Diantara contoh pendidikan praktis terkait moderasi beragama dalam keluarga di masyarakat ;
a. Perbedaan tata cara ibadah contohnya dalam pelaksanaan shalat terdapat perbedaan disetiap mazhab yang ada. Terkait hal ini, penting diedukasi bahwa ada perbedaan mazhab dalam pelaksanaan salat, namun tidak mengurangi esensi sholat itu sendiri Misal dalam tata cara shalat Subuh ada yang menggunakan doa Qunut dan yang tidak. Juga pelaksanaan dzikir serta doa setelah salat, ada yang berdoa bersama dengan suara jahr (keras) dan ada yang berdoa sendiri sendiri dengan suara sir (pelan).
b. Menyikapi keluarga atau tetangga yang berbeda agama. Agama yang ada di Indonesia, yakni Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, dan Konghuchu. Ajaran Islam mengajarkan untuk menghargai perbedaan agama. Hal ini ditemukan dari penafsiran Q.S al-Baqarah ayat 256 yang menjelaskan tidak ada paksaan untuk masuk dalam agama Islam. Selain itu, kondisi keanekaragaman di negara ini memerlukan sikap toleransi pada setiap warga negaranya. Sehingga pemahaman moderasi beragama harus diajarkan pada anggota keluarga terutama anak-anak. Ini penting, agar sikap saling menghargai dalam perbedaan agama, tidak menjadikan orang saling menjatuhkan, mengucilkan, maupun menjelekkan atau menganggap paling benar. Praktiknya bisa diwujudkan dalam bentuk saling memberi bingkisan ketika ada acara seperti hari raya.
c. Perbedaan keragaman suku, adat, budaya, bahasa dan tradisi di Indonesia. Perbedaan dan keragaman harus disikapi dengan bijaksana. Sehingga dalam rangka memberikan pendidikan moderasi beragama penting mengedukasi anggota keluarga agar saling menghormati keragaman yang ada dengan cata tolong menolong ,bergotongroyong dan tidak mencela. Mengedukasi tentang keragaman sebagai sebuah kekayaan bangsa yang perlu dilestarikan juga diperlukan.
Supaya hasil edukasi keluarga dapat maksimal menurut Sayyid Quthub, ada empat metode pendidikan keluarga Islam yaitu; metode keteladanan, metode memberi nasehat, metode pembiasaan, dan metode dengan memberikan hukuman atau ganjaran kepada anak (Sayyid Quthub, 1984).
Semoga dengan diajarkannya sikap moderat dalam keluarga, akan terwujud negara yang aman, nyaman dan tentram menuju Indonesia hebat dan tercipta baldatun thoyyibatun wa robbun ghofuur. Aamiin.
Daftar Pustaka
Khalid Ramdhani, Iwan Hermawan, and Iqbal Amar Muzaki, “Pendidikan Keluarga Sebagai Fondasi Pertama Pendidikan Karakter Anak Perspektif Islam,” JIAI Jurnal Ilmu Agama Islam 2, No. 2 (Juli-Desember 2020), 36– 49
Ladzi Safrony, Al-Ghazali Berbicara Tentang Pendidikan Islam (Yogyakarta: Aditya Media Publishing, 2013)
John DeFrain Sylvia M. Asay, Strong Families Around the World: An Introduction to the Family Strengths Perspective
Panji Nurrahman, Pendidikan Keluarga Dalam Perspektif Islam, Al-Ghazali, dan John Locke
Sayyid Quthub, Tafsir Fi Zilalil Qur’an, 1984
Munzir Suparta, Metode Dakwah (Jakarta: Rahma semesta, 2003
Ngalim Purwanto, M, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 1995) Sutinah, “Metode Pendidikan Keluarga Dalam Perspektif Islam”,