Pengertian Mujahadah
Oleh : Asfari (PAIF Kab. Wonogiri)
Teks Ayat
وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ ࣖ
Artinya: “Dan orang-orang yang bermujahadah/jihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-‘Ankabut 29:69)
Pengertian Mujahadah
Istilah mujahadah berasal dari kata jahada-yujahidu-mujahadah-jihad yang berarti mencurahkan segala kemampuan (badzlu al-wus’i). Dalam konteks akhlaq, mujahadah adalah mencurahkan segala kemampuan untuk melepaskan diri dari segala hal yang menghambat pendekatan diri terhadap Allah SWT, baik hambatan yang bersifat internal maupun eksternal.
Hambatan internal datang dari jiwa yang mendorong untuk berbuat keburukan (nafsu amarah bi as-sui’), hawa nafsu yang tidak terkendali, dan kecintaan kepada dunia. Sedangkan hambatan eksternal datang dari syaithan, orang-orang kafir, munafik, dan para pelaku kemaksiatan dan kemungkaran.
Untuk mengatasi dan melawan semua hambatan (internal dan eksternal) tersebut diperlukan kemauan keras dan perjuangan yang sungguh-sungguh. Perjuangan yang sungguh-sungguh itulah yang disebut mujahadah. Apabila seseorang bermujahadah untuk mencari keridhaan Allah SWT, maka Allah berjanji akan menunjukkan jalan kepadanya guna mencapai tujuan tersebut.
Obyek Mujahadah
Secara terperinci, obyek mujahadah ada enam:
- Jiwa yang selalu mendorong sseseorang untuk melakukan kedurhakaan atau dalam istilah Al-qur’an fujur’. Di dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa Allah SWT mengilhamkan kepada jiwa jalan kefasikan dan ketaqwaan.
وَنَفْسٍ وَّمَا سَوّٰىهَاۖ فَاَلْهَمَهَا فُجُوْرَهَا وَتَقْوٰىهَاۖ قَدْ اَفْلَحَ مَنْ زَكّٰىهَاۖ وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسّٰىهَاۗ
“Dan jiwa serta penyempurnaanya. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya. Sesunggunya beruntunglah orang-orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang-orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams 91:7-10)
Jiwa yang mendorong manusia untuk melakukan kejahatan itulah yang dalam Al-Qur’an disebut dengan nafsu amarah bi as-sui’ (QS.Yusuf 12:53). Jiwa inilah yang mendorong kepada keinginan-keinginan rendah yang menjurus kepada hal-hal negatif.
2. Hawa nafsu yang tidak terkendali, menyebabkan manusia melakukan apa saja untuk memenuhinya tanpa memperdulikan larangan-larangan Allah SWT. Juga tanpa memperhatikan kemudharatan bagi diri sendiri dan orang lain. Manusia memang memerlukan hawa nafsu, karena manusia tidak dapat bertahan hidup jika tidak mempunyai nafsu. Tapi memperturutkan hawa nafsu (nafsu makan, minum, seks, mengumpulkan harta, berkuasa dan lain sebagainya) tanpa kendali akan merusak dirinya. Al-Qur’an memperingatkan jangan sampai kita mempertuhankan hawa nafsu.
اَرَءَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ اِلٰهَهٗ هَوٰىهُۗ اَفَاَنْتَ تَكُوْنُ عَلَيْهِ وَكِيْلًا ۙ اَمْ تَحْسَبُ اَنَّ اَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُوْنَ اَوْ يَعْقِلُوْنَۗ اِنْ هُمْ اِلَّا كَالْاَنْعَامِ بَلْ هُمْ اَضَلُّ سَبِيْلًا
“terangkanlah kepada-Ku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? ataukah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya(dari binatang ternak itu).”(QS.Al-Furqan 25:43-44)
Untuk mengendalikan hawa nafsu diperlukan perjuangan yang tidak pernah mengenal lelah. Karena perang melawan hawa nafsu sendiri jauh lebih berat dari perang menghadapi musuh dari luar. Seseorang tidak akan dapat menang menghadapi musuh dari luar sebelum dia dapat mengalahkan musuh dari dalam dirinya sendiri.
3. Syaithan yang selalu menggoda umat manusia untuk memperturutkan hawa nafsu sehingga mereka lupa kepada Allah SWT dan lupa pada diri mereka sendiri. Banyak cara dilakukan olehn syaithan untuk menggoda umat manusia, baik dengan cara menjungkir balikkan nilai-nilai kebenaran, mencampur adukkan hak dan bathil, maupun dengan menakut-nakuti manusia untuk menyatakan kebenaran. Tentang ini Allah SWT mengingatkan :
إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا ۚ إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ
“Sesungguhnya syaithan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah dia musuhmu, karena syaithan-syaithan itu hanya mengajak golongannya supaya menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (QS. Fathir 35:6)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan (kaffah), dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah syaithan. Sesunggunya syaithan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah 2:208)
4. Kecintaan terhadap dunia yang berlebihan sehingga mengalahkan kecintaan kepada akhirat. Padahal keberadaan manusia di dunia hanya bersifat sementara. Secara individual sampai ajal menjemput, dan secara umum sampai kiamat datang. Kehidupan yang abadi adalah alam akhirat.
Kecintaan yang berlebihan kepada dunia menyebabkan orang takut mati, dan selanjutnya tidak berani terjun ke medan jihad berperang melawan musuh. Terhadap orang-orang yang seperti ini Allah bderfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمُ انفِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الْأَرْضِ ۚ أَرَضِيتُم بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الْآخِرَةِ ۚ فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا قَلِيلٌ
“Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya dikatakan kepada kamu: “Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah”, kamu merasa berat dan ingin tinggal ditempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dun ia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit.” (QS. At-Taubah 9:38)
5. Orang-orang kafir dan munafik tidak akan berpuas hati sebelum orang-orang beriman kembali menjadi kufur, Allah SWT menyatakan :
وَدَّ كَثِيرٌ مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُم مِّن بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِّنْ عِندِ أَنفُسِهِم مِّن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ ۖ فَاعْفُوا وَاصْفَحُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Sebagian besar Ahlul Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul)dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma’afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS.Al-baqarah 2: 109)
وَلَن تَرْضَىٰ عَنكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ ۗ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَىٰ ۗ وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُم بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ ۙ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِن وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka…” (QS.Al-Baqarah 2: 120)
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ ۚ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ ۖ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
“Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah neraka jahanam. Dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya.” (QS.Taubah 9: 73)
6. Para pelaku kemaksiatan dan kemunkaran tidak hanya merugikan mereka sendiri, tapi juga merugikan masyarakat. Perbuatannya dapat mengganggu dan menghambat orang lain melakuklan ibadah dan amal kebajikan. Untuk itulah orang-orang yang beriman diperintahkan oleh Allah SWT untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Allah berfirman :
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan hendaklah diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS.Ali ‘Imran 3: 104)
Cara Mujahadah
Setelah menyadari enam hal yang menjadi objek mujahadah di atas, maka kita perlu mencurahkan segala kemampuan dan potensi yang dimiliki untuk menghadapinya sehingga tidak ada hambatan lagi baik dari dalam maupun luar untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dalam seluruh aspek kehidupan.
Secara garis besar ada tiga cara mujahadah.
Yang pertama, sebagai landasan teoritis, berusaha sungguh-sungguh:
- Memahami hakikat jiwa dan bagaimana pengaruh kebaikan dan keburukan yang dilakukan terhadap kesucian jiwa. Kemudian mengenal dan mencintai Tuhan Sang Pencipta Jiwa, terutama dengan mensyukuri segala kenikmatan yang dikaruniakan-Nya;
- Menyadari bahwa hawa nafsu harus dikelola dengan baik, sehingga akan berakibat positif untuk kebaikan diri. Tapi jika dibiarkan tak terkendali akan merusak;
- Menyadari dan mengingat selalu bahwa syaithan tidak akan pernah berhenti menjerumuskan umat manusia dengan segala macam cara;
- Menyadari segala kenikmatan hidup dunia belum ada artinya dibandingkan dengan nikmat di surga. Oleh sebab itu janganlah mengorbankan lebih banyak untuk mencari yang sedikit dan jangan meninggalkan yang abadi untuk hal fana;
- Menyadari bahwa sebagian orang kafir dan munafik tidak berdiam diri manakala orang beriman belum mengikuti pandangan dan sikap hidup mereka, maka diperlukan sikap tolong-menolong dalam menghadapinya
- Menyadari bahwa kemaksiatan dan kemungkaran kalau dibiarkan akan dapat merusak masyarakat dan menghancurkan segala kebaikan yang sudah susah payah dibangun.
Kedua, melakukan amal ibadah praktis yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW untuk memperkuat mental spiritual dan meningkatkan semangat juang untuk menghadapi tantangan di atas.
Amalan-amalan praktis itu antara lain adalah:
- Sering mendirikan shalat malam atau Qiyam al-Lail karena shalat malam sangan efektif untuk meningkatkan semangat juang dan ketahanan mental spiritual (QS.Al-Muzzammil 73:1-5; Al-isra’ 17:19);
- Mengerjakan puasa sunnah Senin, Kamis atau Puasa Nabi Dawud, juga puasa sunnah lainnya (Hadist);
- Membaca Al-Qur’an secara rutin dan diikuti dengan pemahaman dan perenungan isinya (QS.Yunus 10:57;Muhammad 47:24);
- Berzikir dan berdo’a, terutama mohon perlindungan Allah SWT dari godaan syaithan (QS.Al-Anfal 8:45;Al-Mukmin 40:60; Al-A’raf 7:55; An-Nas 114: 1-6)
Ketiga, untuk menghadapi hambatan dari luar adalah dengan jihad, mulai dengan jihad dengan harta benda, ilmu pengetahuan, tenaga, sampai kepada jihad dengan nyawa (perang fi sabilillah) (QS.Ash-Shaf 61:10-13).
Demikianlah, barangsiapa yang bermujahadah pada jalan Allah SWT, maka Allah akan memberikan hidayah kepadanya (QS.Al-‘Ankabut 29:69), dan pada akhirnya semua hasil dari mujahadah itu akan kembali untuk kebaikan dirinya sendiri. Sedangkan Allah SWT tidak membutuhkan apapun dari makhluk-Nya. Allah SWT berfirman:
وَمَن جَاهَدَ فَإِنَّمَا يُجَاهِدُ لِنَفْسِهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
“Dan barangsiapa yang bermujahadah, maka sesungguhnya mujahadah itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS.Al-“Ankabut 29:6)