Tasawuf Sosial, Dinamika Bangsa, dan Nasionalisme
Oleh : Muhammad Zainur Rakhman (PAIF Kab. Banyumas)
Perkembangan tasawuf dalam perjalanan ummat Islam, melahirkan corak corak tasawuf yang beragam. Keragaman ini tidak menunjukkan keterpecahan secara konseptual atau pandangan yang saling bertolak belakang. Elan vital tasawuf selalu tampak dan teridentifikasi dengan mudah, bahkan oleh mereka yang tidak begitu dalam mengenal tasawuf. Aroma tasawuf begitu pekat dan kental, sehingga tidak bisa seseorang mengatakan sufi bukanlah sufi. Bebauan khas dari jubah wol para sufi selalu bisa terendus sejauh mata memandang. Inilah keunikan tasawuf. Betapapun corak yang dimilikinya, kekhasan sufinya senantiasa bisa dikenali dengan mudah. Identifikasi terhadap tasawuf bukan sesuatu yang sulit, apalagi bagi mereka yang punya kecenderungan terhadap hal-hal ruhani dan spiritual.
Pada fase terakhirnya, tasawuf dilekati dengan istilah sosial, sebagai penekanan aspek manusiawi sekaligus jawaban bagi kritik yang mengatakan tasawuf terlalu melangit. Sungguh pun bisa diperdebatkan isilah tasawuf sosial, adalah bukan karakter tasawuf untuk melawan secara reaktif, kritik kritik yang datang padanya. Istilah tersebut juga memberi isyarat akan sebuah peranan yang lebih luas, yang melewati batas-batas religiositas, yakni bagaimana peranan tasawuf dalam dinamika sebuah bangsa dan peranannya dalam memperkuat nasionalisme.
Pengertian Istilah
Istilah tasawuf sosial, bukan berarti sebelumnya, tasawuf tidak memiliki unsur atau peranan sosial yang signifikan. Anggapan semacam itu, hanya dimiliki mereka yang buta sejarah, atau terlanjur terstigma oleh pandangan yang anti tasawuf. Seseorang yang paham sejarah tasawuf, akan bertanya-tanya, “kurang sosial apa, tasawuf?”, “apa kurangnya tasawuf sehingga dianggap tidak memiliki peranan sosial?’.
Istilah tasawuf sosial, pada dasarnya untuk mengangkat sisi-sisi sosial dalam tasawuf yang terkesan kurang terekspos secara nyata. Tasawuf sendiri dalam sejarahnya sudah menunjukkan peranan sosial secara nyata dalam berbagai aspek. Para sufi adalah para sosialis sejati, yang sangat royal memberikan segala apa yang dimilikinya, baik harta, ilmu, bahkan nyawa, demi kemaslahatan ummat. Ajaran tasawuf pada dasarnya sangat sosialis, karena salah satu cara untuk mencapai kebaikan yang sempurna (al Birr), adalah menginfakkan harta yang paling dicintai. Tasawuf juga memiliki ajaran itsar, yakni sebuah bentuk altruisme yang luar biasa. Dengan demikian, penamaan istilah ini lebih kepada bentuk promosi, daripada reformasi. Sebuah cara marketisasi untuk memutus stigma yang terlanjur tersebar dalam pandangan umum, bahwa tasawuf hanya soal ritus, seperti wirid dan dzikir yang sangat individual dan seringkali egoistik.
Problem-problem Sosial
Persoalan sosial sebuah bangsa senantiasa beragam di setiap zaman. Bangsa Indonesia dengan fase fase sejarahnya, memiliki persoalan persoalan sosial yang sejauh ini, bisa relatif ditangani dengan baik. Pendidikan, persatuan, solidaritas, kesejahteraan, dan keadilan, adalah tema tema yang akan senanatiasa ada dalam setiap bangsa dan masyarakat. Masyarakat membutuhkan keterdidikan, membutuhkan panduan menjalani kehidupan yang beradab. Masyarakat juga membutuhkan keadilan, dimana setiap sengketa bisa diselesaikan secara adil dan tidak ada seorangpun yang terzhalimi. Masyarakat juga membutuhkan kesejahteraan, kesempatan kerja dan lapangan kerja, sehingga bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Masyarakat membutuhkan persatuan, harmoni, dan kerukunan, agar kehidupan menjadi tenteram, sehingga tercipta kebahagiaan. Hal hal yang bertentangan dengan itu semua, yang menghambat, dan yang menghalangi, itulah yang menjadi persoalan masyarakat.
Sebuah bangsa, memiliki persoalan yang lebih kompleks. Bangsa terdiri dari beragam masyarakat dengan kelas dan klaster yang beragam. Bagaimana mengatur kepentingan dan kebutuhan yang beragam, dan tetap menjaga persatuan, agar masyarakat tidak terpecah belah.
Bangsa Indonesia telah mengalami fase fase perjalanan yang beragam dari pembentukan, masa perjuangan, masa pembangunan, hingga masa sekarang. Bangsa ini telah mengalami beragam cobaan keterpecahan, dan terbukti bisa mengatasinya dengan baik, sehingga bangsa ini tetap utuh.
Perjalanan Bangsa
Bangsa Indonesia lahir hampir bersamaan dengan hadirnya negara Indonesia. Bangsa Indonesia pada dasarnya adalah kumpulan suku bangsa yang terwujud dari puluhan kerajaan kecil di Nusantara, yang masing-masing memiliki otonomi dan kebudayaannya sendiri. Sehingga proses pembentukan bangsa Indonesia, pada dasarnya lebih kepada persamaan nasib, karena dijajah oleh kolonial Belanda.
Persamaan nasib itu, kemudian menyatu dalam satu bahasa, satu tanah air, dan satu tumpah darah, Indonesia. Prosesnya tidak lama sebelum proklamasi kemerdekaan. Artinya, perasaan kesukuan tentu masih sangat kuat tertanam dibenak masyarakat. Terbukti setelah kemerdekaan, bangsa ini pun masih harus terus mengkonsolidasi diri, dengan kekuatan negara, memadamkan pemberontakan pemberontakan yang ada di masing-masing daerah. Dalam keseluruhan perjalanan itu, tasawuf senantiasa memberikan peranan yang signifikan dan tidak sedikit, dalam mengatasi persoalan persoalan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia.
Peran Tasawuf pada Masa Sebelum Kemerdekaan
Tasawuf pada masa kolonial, dipegang oleh tarekat. Peranan tarekat dalam masa kolonial, adalah dengan terus mengajak dan menyadarkan ummat akan kewajiban berjihad dalam melawan penjajah Belanda. Tarekat tidak tinggal diam, terhadap ketidakadilan yang dilakukan oleh kolonial Belanda, apalagi dengan penyebaran budaya Barat yang tidak sesuai dengan Islam. Tercatat perlawanan para kyai tarekat kepada penjajah Belanda, baik yang sifatnya langsung maupun tidak langsung.
Peranan tasawuf dalam perjuangan kemerdekaan, sangat menonjol dengan terjunnya para santri, setelah dikeluarkannya fatwa jihad, oleh Hadratusy Syaikh Hasyim Asy’ari. Para santri tentu saja mereka adalah pelaku tasawuf, yang dengan keyakinan kuat melawan para penjajah, meski hanya berbekal bambu runcing. Dapat dikatakan, kemerdekaan Indonesia adalah kerja keras dan jerih payah kaum muslimin yang disemangati ajaran tasawuf.
Peran Tasawuf dalam Mengisi Kemerdekaan
Peranan tasawuf dalam mengisi kemerdekaan lagi-lagi dipegang oleh kaum tarekat. Tarekat dengan para mursyidnya, turut membangun ketertiban dalam masyarakat, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan dalam beberapa contoh, turut membangun ekonomi ummat, yang itu berimbas pada kesejahteraan masyarakat.
Tarekat selalu memiliki sumber daya yang cukup dan kreatif, dalam mengatasi persoalan-persoalan yang real dihadapi oleh masyarakat. Tarekat juga turut membantu dalam rehabilitasi pecandu narkoba, merawat orang-orang stress dan gila, serta ikut aktif dalam percaturan politik di tanah air.
Peran yang terakhir, seringkali disalah pahami oleh beberapa kalangan. Padahal sesungguhnya, yang menjadi tujuan tarekat terjun langsung dalam perpolitikan nasional adalah untuk menjaga bangsa tetap utuh, mengendalikan ummat, agar tidak terjadi konflik yang berkepanjangan. Tujuan itu yang kadangkala tidak dipahami dengan baik, sehingga tarekat disangka mengejar dunia dan popularitas. Sejatinya, tarekat jauh dari hal hal semacam itu.
Tasawuf dan Penguatan Nasionalisme
Tasawuf menekankan kecintaan terhadap tanah air. Semangat sosial dalam tasawuf bermuara secara total, dalam menjaga keutuhan bangsa dan negara. Sehingga tidak jarang, para syaikh tarekat itu kemudian berdekatan dengan tokoh tokoh politik. Apakah para syaikh itu menginginkan dunia? Sama sekali tidak. Dengan keakraban para syaikh terhadap para tokoh politik, maka kritik dan masukan akan lebih didengar, dan kebijakan kebijakan yang dikeluarkan oleh para pemimpin, tidak sampai merugikan ummat muslim secara keseluruhan.
Pada akhirnya, seorang yang memahami tasawuf, maka dia akan sangat berkepentingan dengan terjaganya nasionalisme, utuhnya bangsa, dan persatuan serta kesatuan. Karena di atas semua itulah, peradaban bisa dibangun dengan baik, kegiatan kegiatan yang bersifat spiritual lebih mudah terlaksana, dan ummat dalam kondisi yang baik, untuk mendapatkan bimbingan dan pendidikan ruhani.