KeluargaMATERI

Zainab binti Muhammad, Teladan dalam Cinta dan Kesetiaan

Berbagi yuks..

Oleh : Fahrur Rohman (PAIF Kabupaten Rembang)

Moderanesia.com – Zainab adalah putri tertua dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang lahir 23 tahun sebelum Hijrah/600 M di Kota Mekah. Sayyidah Zainab menikah dengan Abu al-‘Ash bin Rabi (putra dari bibinya Halah binti khuwailid) dan dari pernikahan tersebut dikaruniai dua orang anak, Ali dan Umamah. Pernikahan ini terjadi sebelum Rasulullah mendapatkan wahyu pertamanya.

Tatkala Allah SWT memberi wahyu melalui Malaikat Jibril kepada  Nabi Muhammad SAW agar mengajak keluarganya memeluk Islam, termasuk  Zainab dan suaminya. Sayyidah Zainab memilih Islam, namun suaminya tetap dalam kemusyrikan. Abu al-‘Ash berikukuh pada agama nenek moyangnya, bahkan ikut menjadi pasukan Quraish yang memerangi umat Islam.

Saat hijrah ke Madinah, Abul Ash masih menjadi pasukan Quraish yang ikut menuju Badar untuk memerangi Rasulullah dan umat Islam.  Perang ini dimenangkan kaum muslimin, hingga membuat Abul Ash dan pasukannya menjadi tawanan, serta banyak kaum kafir Quraish yang tewas di medan perang.

Melihat kondisi ini, Zainab yang masih berstatus istri Abul Ash menemui Rasulullah dan memohon kebebasan suaminya. Sebagai diyat atau tebusan , dia merelakan kalung hadiah pernikahan dari ibundanya (Sayyidah Khadijah), agar suaminya bisa dibebaskan.

Sebelum Abul Ash dilepas, Rasulullah mengambil janji dari Abu al-Ash untuk menceraikan Zainab, atau diperbolehkan bersama Zainab kembali apabila mau memeluk Islam. Namun kenyataan yang terjadi Abu al-Ash tetap pada kemusyrikannya.  Sehingga kemudian Abu al-‘Ash kembali ke Makkah, sementara Zainab pulang kepada ayahandanya (Rasulullah SAW)  di Madinah, dengan diantar Kinanah ibn Rabi’ (saudara kandung Abu al-Ash ibn Rabi’).

Akhirnya Sayyidah Zainab resmi berpisah dari suaminya. Keduanya sangat bersedih atas perpisahan yang terjadi. Enam tahun lamanya Zainab hidup bersama Rasulullah di Madinah. Selama itu pula ia tidak pernah berhenti berdoa agar kiranya Allah berkenan melapangkan hati Abu Al-Ash untuk menerima Islam.

Pada tahun ke-6 Hijriyah, Abu al-Ash berdagang ke Syam. Saat hendak pulang, di tengah perjalanan ia bertemu dengan pasukan Rasulullah SAW, sehingga mereka dimintai menyerahkan harta yang dibawanya sebagai tebusan. Dengan demikian habislah semua harta Abu al-‘Ash dan rombongannya. Dalam keadaan bingung ia teringat pada Zainab, lalu masuk ke Kota Madinah secara sembunyi-sembunyi pada malam hari. Dia meminta bantuan kepada Zainab untuk memberikan perlindungan kepadanya, dan mengembalikan hartanya. Zainab pun mengabulkan permohonan Abul Ash..

Seusai sholat subuh, Rasulullah menemui putrinya, dan berpesan: “Wahai putriku, hormatilah kedudukan Abu al-‘Ash. Sebab tidak ada jalan baginya untuk lepas begitu saja, dan dirimu sama sekali tidak halal baginya, selama ia masih musyrik.”

Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Mumtahanah ayat 10:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا جَاۤءَكُمُ الْمُؤْمِنٰتُ مُهٰجِرٰتٍ فَامْتَحِنُوْهُنَّۗ اَللّٰهُ اَعْلَمُ بِاِيْمَانِهِنَّ فَاِنْ عَلِمْتُمُوْهُنَّ مُؤْمِنٰتٍ فَلَا تَرْجِعُوْهُنَّ اِلَى الْكُفَّارِۗ لَا هُنَّ حِلٌّ لَّهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّوْنَ لَهُنَّۗ وَاٰتُوْهُمْ مَّآ اَنْفَقُوْاۗ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ اَنْ تَنْكِحُوْهُنَّ اِذَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّۗ وَلَا تُمْسِكُوْا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ وَسْـَٔلُوْا مَآ اَنْفَقْتُمْ وَلْيَسْـَٔلُوْا مَآ اَنْفَقُوْاۗ ذٰلِكُمْ حُكْمُ اللّٰهِ ۗيَحْكُمُ بَيْنَكُمْۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْ

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila perempuan-perempuan mukmin datang berhijrah kepadamu, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang kafir (suami-suami mereka). Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami) mereka mahar yang telah mereka berikan. Dan tidak ada dosa bagimu menikahi mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (pernikahan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta kembali mahar yang telah kamu berikan; dan (jika suaminya tetap kafir) biarkan mereka meminta kembali mahar yang telah mereka bayar (kepada mantan istrinya yang telah beriman). Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.”

Tahun ke-7 Hijriyah, Abu al-Ash datang kembali ke Madinah dalam keadaan telah memeluk Islam. Ia pergi sebagai Muhajir, yang kemudian dipersatukan kembali dengan Zainab dalam hubungan pernikahan secara Islam. Rasulullah sangat kagum dengan kesetiaan Zainab kepada suaminya yang telah lama berpisah, juga berani memutuskan cinta demi memenuhi perintah Allah. Meski demikian, beliau tetap bersikap baik dan setia serta rela memberikan pertolongan kepada suaminya.

Hanya dalam kurun satu tahun, Sayyidah Zainab bersatu kembali dengan Abu al-‘Ash. Karena kemudian Sayyidah Zainab wafat pada Tahun 8 Hijriyah atau 629 M, dalam usia 29 tahun dan dimakamkan di Jannatul Baqi, Madinah. Beliau menjadi bukti teladan kesetiaan seorang istri kepada suami, ketulusan cinta, kehormatan diri  serta keteguhan hati.

Begitu cinta dan sayangnya Sayyidah Zainab terhadap Abu al-‘Ash yang teripisah karena keyakinan, kemudian disatukan kembali oleh Allah SWT melalui lantunan doa-do’anya yang tak jemu dan tak lelah dipanjatkan. Meski hanya satu tahun bersatu, kemudian berpisah untuk selamanya di dunia. Insya Allah disatukan lagi cinta Sayyidah Zaenab dan Abul Ash di alam akherat.

Bagaimana dengan kaum hawa masa kini ? Wallahu a’lam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *