ARTIKELRefleksi

Teladan Sejati (Refleksi Maulid Nabi Muhammad SAW)

Berbagi yuks..

Oleh: Azizah Herawati (PAIF Kabupaten Magelang)

Moderanesia.com – Setiap orang pasti mempunyai idola dalam hidupnya. Ada yang mengidolakan tokoh atau sosok inspiratif. Sementara sebagian yang lain menjadikan artis dan pemain bola sebagai idola. Tentu masih banyak lagi sosok lain yang diidolakan. Berbicara tentang idola di era seperti sekarang ini memang tidak ada habisnya. Namun, sebagai umat Rasulullah Muhammad SAW, sudah seharusnya kita menjadikannya sebagai panutan, idola dalam setiap sisi kehidupan kita.

Rabiul awal mengingatkan kita untuk kembali bermuhasabah. Sudahkah kita menjadikan Rasulullah Muhammad SAW sebagai teladan sejati, ‘the real idol in the world”. Apa yang seharusnya kita lakukan untuk mengikuti jejaknya? Setidaknya ada 5 langkah yang bisa tempuh atau disingkat 5 M, yaitu:

Pertama, mencontoh atau meneladan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa Rasulullah SAW adalah teladan terbaik. Allah dengan tegas menyatakan dalam firman-Nya dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab (33): 21.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”.

Kita tentu prihatin melihat umat saat kini yang mengalami krisis keteladanan. Kemaksiatan semakin merajalela, sehingga kita tidak tahu harus berkiblat ke mana. Para pemimpin, baik pada tataran formal maupun non formal di masyarakat yang diharapkan bisa menjadi contoh, bisa dijadikan teladan, namun kenyataannya jauh panggang dari api. Lantas, mau ke mana lagi, kalau tidak mengembalikan segalanya kepada teladan sejati, idola dari segala idola, Rasulullah Muhammad SAW. Bolehkah kita mengidolakan yang lain? Jadikan mereka sebagai motivator, bukan idola. Mengapa demikian? Hal ini tidak lain karena banyak kita temukan, mengidolakan di awal bahkan tidak kalah dengan mereka yang sedang bucin, tapi ujung-ujungnya membenci dan menghujat tak habis-habis.

Kedua, mengubah
Mengubah yang dimaksud di sini adalah mengubah kebiasan yang kurang baik menjadi lebih baik. Disadari atau tidak kehidupan masyarakat milenial saat ini mulai menjauh dari agama. Kondisi ini menuntut kita untuk memberikan bimbingan dan pendampingan kepada masyarakat untuk kembali ke rel dengan cara yang bijaksana. Mereka yang salatnya masih bolong-bolong, ditertibkan kembali. Yang ngajinya masih malas-malasan, digugah lagi untuk bersemangat dan masih banyak lagi. Allah SWT dan rasul-Nya selalu menyeru manusia kepada kebaikan. Ada dua jalan yang ditawarkan dengan segala konsekuensinya. Lurus akan selamat dan sebaliknya sesat berbuah celaka. Allah SWT tidak akan mengubah nasib suatu kaum, hingga kaum mersebut mau mengubah nasib mereka sendiri. Al-Qur’an surat Ar-Ra’du (13):11 menegaskan hal itu.
“….. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri…..”.

Ketiga, membiasakan
Sesuatu yang awalnya sulit akan menjadi mudah jika dibiasakan. Misalnya, salat yang pada mulanya berat akan menjadi ringan jika terus menerus dilakukan. Sehingga salat tidak lagi sebatas kewajiban, namun sudah menjadi kebutuhan. Demikian pula puasa, baik yang bersifat wajib maupun sunnah. Sunnahpun tidak lagi dipahami jika dilakukan mendapat pahala sebaliknya jika tidak dilakukan tidak apa-apa. Namun sudah mulai tertanam pada diri bahwa meskipun sunnah, namun jika tidak dilakukan merasa rugi. Pensyariatan sebuah aturan dalam Islampun demikian. Step by step, setahap demi setahap, hingga pada akhirnya sesuatu yang wajib, tidak dapat ditawar lagi. Namun Allah SWT adalah Maha Penyayang, Sang Maha Cinta. Pintu taubat selalu terbuka bagi mereka yang lalai dan segera tersadar akan kelalaiannya. Kita juga tidak perlu khawatir, karena Allah SWT menjamin dalam firman-Nya surat Al-Isra’(17): 7 bahwa setiap kebaikan yang kita lakukan akan kembali kepada kita sendiri.
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri…”

Keempat, membaca Al-Qur’an dan As-Sunnah
Warisan agung yang ditinggalkan Rasulullah Muhammad SAW adalah dua hal, Al-Qur’an dan As-Sunnah. Jika kita berpegang kepada keduanya, dijamin tidak akan tersesat selamanya. Sebagaimana sabda beliau:
“Aku tinggalkan kepada kamu dua perkara, kamu tidak akan tersesat selamanya selama kamu berpegang dengan kedua-duanya, yaitu kitab Allah (Al-Qur’an) dan Sunahku.” (HR Al-Hakim)

Kini, saatnya kita hidupkan kembali majlis-majlis untuk mengaji dan mengkaji Al-Qur’an. Tantangan era milenial terlihat nyata. Kita lebih rajin membuka dan menyimak dengan khusyu’ pada gadget kita daripada membuka, mengaji dan mengkaji kitab Allah. Astagfirullah. Saatnya kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW, dengan iringan doa semoga segala macam cobaan yang menimpa negeri kita tercinta ini segera diangkat dari muka bumi. Amin.

Kelima, melantunkan salawat nabi
Salah satu bukti kecintaan kita kepada Rasulullah Muhammad SAW adalah dengan melantunkan salawat kepadanya. Balasan dari satu salawat adalah Allah SWT akan bersAlawat baginya sepuluh kali, diampuni sepuluh dosa dan kesalahan serta diangkat derajatnya sepuluh derajat kelak di surga. Amalan yang ringan di bibir tapi sering kita abaikan. Padahal Rasulullah-lah yang kelak akan memberikan syafaat kelak di akhirat. Jadi, syafaat itu dijemput dengan amaliah terbaik yang kita lakukan, salah satunya dengan melantunkan salawat kepadanya. Sabda Rasulullah SAW:
“Barangsiapa bersalawat kepadaku satu kali, niscaya Allah bersalawat kepadanya sepuluh salawat, menghapus darinya sepuluh dosa dan mengangkat derajatnya sepuluh derajat.” (HR An Nasa’i).

Semoga kita senantiasa diberikan kekuatan dan keistiqamahan untuk mengikuti ajaran Rasulullah Muhammad SAW, Sang Teladan Sejati. Amin.

Wallahu a’lam bissawwab

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *