ARTIKELMakalah Ilmiah

Keluarga Pilar Utama Dalam Mencegah Radikalisme

Berbagi yuks..

Oleh : M. Kholafi (PAIF Kota Magelang)

Dewasa ini dikenal dengan era milenial atau generasi Y, dimana pertumbuhan keluarga terutama dalam pendidikan dan pertumbuhan anak sangat di pengaruhi dari media teknologi informasi, baik perangkat keras maupun perangkat lunaknya.  Banyak terjadi kekerasan di tengah tengah kehidupan keluarga dan masyarakat akibat terkontaminasi dari media social, sebagai contohnya, tawuran pelajar, bullying, narkoba, penyimpangan seksual, bahkan sampai terorisme dan sederet peristiwa radikalisme yang lainya.

Seiring dengan perkembangan zaman yang tidak terelakkan,  kehidupan berkeluarga akan tergeser oleh revolusi industri, dimana peran dan tanggung jawab anggota keluarga akan tergantikan, disinilah letak bahayanya, sehingga muncul istilah, “ internet of think “ semua serba internet, akan memunculkan sisi positif dan negative dari dampak revolusi industri terhadap keutuhan keluarga yang notabene sebagai pilar utama dalama membentengi dari radikalisme.

Radikalisme berbasis keluarga  merupakan fonomena yang muncul di beberapa tahun belakangan ini, Direktur Pusat Studi Agama dan Demokrasi “Majalah Tempo” bahwa  kejadian bom bunuh diri  di Surabaya yang melibatkan satu keluarga baru pertama kali terjadi di Indonesia. Keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak anak  itu melakukan teror dan meledakkan bom yang menempel di tubuh mereka. Dalam penelitian Hafes pada (2016)  di ungkap bahwa penyebaran paham radikalisme memang lebih mudah dilakukan kepada keluarga.

Menjadi sebuah keprihatinan bersama  jika ideology ini berkembang pada masyarakat luas, ketika sebuah keluarga yang seharunya mempunyai peran untuk membimbing anggotanya kedalam pemahaman cinta kasih terhadap sesama maupun orang lain yang lebih  luas menjadi sebuah pemahaman yang radikal, merusak,  penuh kebencian, balas dendam dan merusak, tidak lagi memakai pertimbangan ideology politik, kekuasaan, melainkan hubungan keluarga, yang berdasar cinta, trust atau kepercayaan dan kesediaan korban, untuk menjalankan aksinya.

Hal lain yang mendasar selain keluarga dalam radikalisme yang bisa memikat idelogi komunitas radikal adalah persaudaraan dan pertemanan, memberikan pemahamn radikalnya melalui lembaga pendidikan, pekerjaan dan kesehatan, komunitas akan setia karena dukungan tersebut.

Keluarga merupakan unsur terkecil dalam masyarakat, terdiri dari suami, istri, anak, atau yang sering dinamakan keluarga inti. Keterkaitan hubungan dalam keluarga sangatlah  urgen sekali,  jadi hubungan baik antar anggota kelurga sangatlah dibutuhkan, baik dan buruknya suatu negarapun juga bisa di sebabkan dari baik dan buruknya suatu keluarga.

Menjadi sebuah keprihatinan bersama terkait kondisi sekarang ini, dimana keluarga yang seharusnya mempunyai peran dengan baik untuk menjadi pilar terhadap serangan budaya media social baik intern maupun ekstern berasal  berbagai macam kekerasan, akan tetapi pada faktanya kalah dengan serangan tersebut, terbukti dengan banyaknya problem yang muncul di tengah- tengah masyarakat, khusunya dalam masyarakat terkecil yaitu keluarga.

Keluarga menjadi dasar utama dalam pembentukan karakter, pembiasaan pembiasaan yang di lakukan dalam keseharian akan menjadi karakter yang kuat dalam kehidupan selanjutnya.

Dengan demikian keluarga dengan peran peran yang berbeda beda tetapi saling ketergantungan saling membutuhkan satu dengan yang lainya, karena ketergantungan tersebut menjadi penting dimana posisi orang tua menjadi guide bagi anak anaknya, itulah yang dinamakan menjadi pilar bagi keluarga dari serangan infiltrasi ajaran ajaran dari luar keluarga.

Sebagaimana kita ketahui bahwa pilar adalah tiang sebagai penguat dalam sebuah bangunan dalam konteks ini adalah keluarga, sebagai penahan arus ajaran yang di dapat atau terkontaminasi dari luar keluarga. Pilar inilah menjadi dasar, penguat, benteng, di keluarga. Entah itu ayah, ibu, atau anak sekalipun bisa menjadi pilar yang kokoh untuk saling mendasari, mengingatkan,menyadarkan, akan kekeliruan kekeliruan infiltrasi paham radikal.

SEPUTAR RADIKALISME

Menurut  Harun Nasution dalam bukunya Islam Rasional (1995 ), secara terminology radikalisme adalah sebuah gerakan yang berpandangan kolot yang menggunakan kekerasan dalam mengajarkan keyakinan mereka. Namun bila dilihat dari sudut pandang keagamaan dapat diartikan sebagai paham keagamaan yang mengacu pada fondasi agama yang sangat mendasar dengan fanatisme keagamaan yang sangat tinggi, sehingga tidak jarang penganut dari paham / aliran tersebut menggunakan kekerasan kepada orang yang berbeda paham / aliran untuk mengaktualisasikan paham keagamaan yang dianut dan dipercayainya untuk diterima secara paksa.

Problem terbesar dalam ketahanan keluarga dewasa ini adalah berkembang pesatnya teknologi informasi dan derasnya arus iformasi tidak sebanding dengan alternative informasi yang di berikan keluarga dalam pembinaan, pendidikan, pemahaman, sebagai fungsi benteng tersebut, institusi keluarga  sekarang ini banyak mendapat tekanan. Disamping desakan tuntutan ekonomi yang makin meningkat akibat makin kompleknya dan makin canggihnya kemampuan dunia industri dalam menciptakan berbagai kebutuhan yang di ada adakan seolah olah manusia tidak bisa hidup tanpanya, ( artificial needs).

Jaman milenial dan insdutri inilah yang banyak mempengaruhi bergesernya cara pandang stigma negative akibat penggunaan internet yang sangat tinggi di Indonesia, bahkan dunia.  Menurut data yang dirilis Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), jumlah pengguna Internet di Indonesia tahun 2016 adalah sebanyak 132,7 juta user atau sekitar 51,5% dari total penduduk Indonesia sebesar 256,2 juta. Jumlah itu naik sebesar 44,6 juta dalam waktu 2 tahun karena tahun 2014, jumlah pengguna Internet hanya 88,1 juta user. Dari data itu, pengguna internet usia 10-24 tahun berjumlah 18,4 % atau sebanyak 24,4 juta jiwa. Pengguna Internet di Indonesia paling banyak menggunakan perangkat mobile (smartphone) ketika mengakses internet yakni sebesar 47,6% atau sebanyak 63,1 juta jiwa.  Pada bulan Oktober 2010 hingga Januari 2011, Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian yang dipimpin oleh Prof. Dr. Bambang Pranowo melakukan survei terhadap para pelajar di Indonesia. Hasilnya, hampir 50% pelajar setuju terhadap tindakan radikal. Data itu menyebutkan bahwa 25% siswa dan 21% guru mengatakan Pancasila tidak relevan lagi. Sementara 84, 8% siswa dan 76,2% guru setuju terhadap penerapan Syariat Islam di Indonesia.

Menjadi sebuah keprihatinan bagi kita semua dari diskripsi tersebut, bagaimana caranya untuk bisa menfungsikan kembali peran keluarga yang baik, sehingga upaya-upaya dalam mebentengi keluarga bisa terwujud dan bisa meredam serta  mengimbangi dari infiltrasi teknologi informasi yang di kenal dengan jaman milenial dan industri yang merubah format kehidupan keluarga, seperti saat ini.

Diantara upaya upaya yang bisa penulis sampaikan untuk menjadikan keluarga sebagai pilar utama dalam mencegah radikalisme adalah:

Pertama Orang tua dengan bekal agama yang cukup dan menjalin komunikasi  yang baik dengan anggota keluarga dalam hal ini khususnya anak, serta mampu  menjelaskan biografi Nabi Muhammad SAW, bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi dengan segudang risalah kenabian yang rohmatal lil’alamin, bagaimana Nabi bersikap tehadap keluarga, Nabi bersikap terhadap, tetangga, Nabi bersikap terhadap umat, dll, Nabi Muhammad  semasa hidupnya tidak di habiskan dalam berperang saja, melainkan pembinaan umat dengan mengedepankan hikmah dan Akhlaq Mahmudah, sebagaimana hadits Nabi, “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan kemuliaan   akhlak.”( Hr. Bukhori )

Kedua Orang tua  mempercayakan kepada lembaga pendidikan profesioanal, kompeten, moderat, dengan menyekolahkan anak-anak kepada  lembaga pendidikan yang secara riil mendidik bela negara, cinta tanah air.

Ketiga Orang tua harus memberikan pemahaman yang toleran kepada anak-anak mereka sejak kecil. Bahwa manusia diciptakan berbeda-beda, baik itu ras, golongan dan suku bangsa. Pun demikian dengan agama. Manusia tidak hanya memeluk satu agama saja. Ada banyak agama yang dipeluk dan mengilhami semua manusia di dunia ini. Contoh menarik yang dilakukan salah satu dosen Perguruan Tinggi Negeri di Yogyakarta adalah dengan mengajak anak-anaknya nongkrong di depan sebuah gereja melihat umat Kristiani melaksanakan ibadah setiap hari Minggu. Ia melakukan hal itu karena ingin anaknya tahu bahwa agama tidak hanya Islam saja.

Keempat Orang tua harus bijaksana ketika memberikan fasilitas smartphone kepada anak-anaknya. Di era modern seperti ini, pemandangan anak-anak kecil memegang gadget sudah tidak asing lagi. Bahkan mereka sudah akrab dengan Facebook, Tiwtter, Youtube Instagram dan sosial media lainnya. Lewat gadget yang mereka dapatkan dengan mudah dari orang tua, mereka mengakses internet dengan leluasa. Di sinilah akan terjadi masalah jika para orang tua tidak melakukan pengawasan yang ketat ketika anak-anak mereka mengakses internet. Memberikan mereka fasilitas smartphone kepada anak-anak tanpa melakukan pengawasan adalah kesalahan fatal yang dampaknya sangat besar. Apalagi jika anak-anak mereka kemudian mengakses situs-situs berpaham radikal. Oleh karenanya para orang tua, harus mengawasi anak-anak mereka ketika mengakses internet.   

Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa keluarga bisa menjadi pilar utama dalam pencegahan  dari paham dan ajaran radikalisme manakala anggota keluarga bisa menjalankan perannya, keluarga khususnya orang tua bisa menyeimbangkan pembinaan dan pemahaman terhadap anggota keluarga dari arus teknologi informasi yang sangat masif. Tentunya tetap bekerja sama dengan dunia di luar keluarga, baik kelembagaan, instansi, ormas, dan masyarakat luas. Hendaknya dalam pencegahan dari paham radikalisme libatkan semua pihak, berbagai unsur, duduk bersama berdiskusi memberikan konstribusi pemikiran positif dalam memecahkan problem radikalisme demi keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republic Indonesia, yang di awali dari masyarakat terkecil ya’ni keluarga.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *