Konsep Membangun Perdamaian Dalam Islam
Oleh : Ety Wulandari, S.Th.I. (PAIF Kab. Kendal)
Moderanesia.com – Fenomena masyarakat plural yang multikultural sudah pernah dihadapi oleh Nabi Muhammad SAW. Melalui al-shahifah al-Madinah (Madinah Charter), Nabi Muhammad SAW berusaha mencari titik temu antar kepentingan berbagai golongan, kabilah serta agama di Madinah. Rasulullah memberikan pengakuan hak eksistensi terhadap berbagai kelompok, etnis dan golongan dalam dokumen Konstitusi Madinah. Kemudian hal serupa juga pernah dilakukan oleh sahabat Rasulullah, yakni Khalifah Umar bin Khattab dalam sikapnya terhadap penduduk Yerussalem yang terdokumentasi dalam Piagam Aelia.
Islam dalam memandang sebuah keragaman merupakan sebuah kondisi yang mutlak diciptakan oleh Allah SWT. Justru melalui keragaman dan perbedaan tersebut, Islam menganjurkan untuk bisa saling mengenal dan berinteraksi. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan pada salah satu ayat Al-Quran (QS. Al-Hujurat : 13)
يٰاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
Artinya :
“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti.”
Sayyid Qutb menerangkan bahwa Allah SWT menegaskan meski manusia mempunyai latar belakang berbeda, mulai dari perbedaan ras, etnis, kebangsaan serta adat istiadat. Akan tetapi mereka tetap berasal dari yang satu (al wahid), sehingga tidak perlu muncul konflik dan pertikaian apalagi peperangan. Sayyid Qutb dalam tafsirnyaFi Zilalil Quran menjelaskan bahwa perbedaan bahasa (iktilaf al-alsinah), warna kulit (iktilaf al-alwan), karakter (iktilaf al-tiba) dan bakat (iktilafal-mawahibwal-istiadat) seharusnya tidak memicu konflik. Justru dengan perbedaan tersebut dapat memantik relasi kerjasama mutualisme sehingga segala kebutuhan manusia dapat terpenuhi. Perbedaan yang terjadi pada masyarakat tidak bernilai di hadapan Allah karena tolok ukur manusia hanya dapat dilihat menurut kadar ketakwaanya.
Konsep Damai dalam Islam
Kitab suci Al-Qur’an sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia yang beriman, memuat berbagai aspek problematika dalam kehidupan manusia. Salah satunya adalah islah (perdamaian) yang sudah menjadi sebuah keniscayaan dalam kehidupan manusia di dunia. Realitasnya, seringkali terjadi peristiwa konflik pada masyarakat, baik yang sifatnya horisontal (antar masyarakat atau kelompok sosial) dan vertikal (masyarakat dengan pemerintahan). Hal tersebut disebabkan kurangnya pemahaman masyarakat mengenai konsep islah, ukhuwah, silaturahmi dan mewujudkan situasi damai dalam jangka panjang.
Islahsendiri memiliki makna perdamaian, yang berasal dari sebuah kata al-shullahu. Term tersebut juga mempunyai arti menghindarkan perpecahan antar manusia. Dalam syariat Islam, Islah bertujuan mengakhiri sebuah konflik dan perselisihan sehingga mereka dapat mewujudkan kembali relasi atau hubungan baru penuh dengan keharmonisan. Secara terminologi, islah digunakan dalam dua pengertian yakni sebagai proses keadilan dan penciptaan perdamaian. Beberapa ahli menjelaskan pengertian islah, seperti Zamakhsyari berpendapat bahwa islah adalah mengondisikan sesuatu terhadap keadaan yang lurus kemudian dapat dikembalikan fungsinya sekaligus dimanfaatkan. Sedangkan Sayyid Sabiq menerangkan bahwa islah merupakan jenis akad dalam rangka mengakhiri sebuah pertikaian dan permusuhan antara dua orang ataupun kelompok.
Menurut M. Quraish Shihab, islah diperuntukkan dalam memperbaiki sekaligus mendamaikan permasalahan, pertentangan dan pertikaian yang terjadi pada kalangan muslim. Hal itu juga dimaknai bahwa orang-orang beriman segera turun tangan dalam melakukan upaya perdamaian. Jangan menunggu rumah terbakar melainkan padamkan api sebelum menjalar. Islah yang terdapat pada surat Al-Hujurat merupakan sebuah upaya yang dilakukan dalam menghentikan kerusakan sekaligus meningkatkan kemanfaatan. Jika terjadi konflik antar dua belah pihak, maka akan menimbulkan kerusakan dan sedikit kemanfaatan, sehingga perlu adanya islah untuk memperbaiki hubungan dan demi kemaslahatan. Sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-Hujurat 9-10 :
وَإِن طَآئِفَتَانِ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٱقۡتَتَلُواْ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَهُمَاۖ فَإِنۢ بَغَتۡ إِحۡدَىٰهُمَا عَلَى ٱلۡأُخۡرَىٰ فَقَٰتِلُواْ ٱلَّتِي تَبۡغِي حَتَّىٰ تَفِيٓءَ إِلَىٰٓ أَمۡرِ ٱللَّهِۚ فَإِن فَآءَتۡ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَهُمَا بِٱلۡعَدۡلِ وَأَقۡسِطُوٓاْۖ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُقۡسِطِينَ إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ إِخۡوَةٞ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَ أَخَوَيۡكُمۡۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ
Artinya :
“Jika ada dua golongan orang-orang mukmin bertikai, damaikanlah keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat aniaya terhadap (golongan) yang lain, perangilah (golongan) yang berbuat aniaya itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), damaikanlah keduanya dengan adil. Bersikaplah adil! Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bersikap adil. Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah kedua saudaramu (yang bertikai) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu dirahmati”.
Pesan dalam ayat tersebut menunjukkan bahwa jika terdapat dua kelompok sedang bertikai dan terjadi pertentangan sekecil apapun, maka hendaknya segera ada pihak yang mendamaikan sesuai dengan anjuran Al-Qur’an. Adapun cara yang dapat dilakukan dalam islah adalah menggunakan cara-cara yang adil.
Sepanjang sejarah Islam, praktek islah sudah pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya. Islah yang dilakukan berbentuk perjanjian antara pihak-pihak tertentu dalam Islam maupun luar Islam. Seperti yang pernah terjadi saat Rasulullah mendamaikan suku Arab di Yatsrib yaitu suku ‘Aus dan Khazraj, kemudian peristiwa ini menjadi awal Rasulullah hijrah ke Yatsrib dan berubah nama menjadi Madinah. Selanjutnya Rasulullah membuat perjanjian dengan melibatkan kabilah-kabilah di sekitarnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka terdapat ruang lingkup islah, yang meliputi sosial, pribadi, keluarga dan negara. Sementara jika ditinjau dari sudut pandang terjadinya konflik lapangan maka ruang lingkupnya adalah konflik pribadi, konflik masyarakat (sosial), konflik negara dan konflik keluarga.
Prinsip-prinsi Dasar Terciptanya Perdamaian Dalam Islam
Kondisi sosial sekarang ini dihadapkan dengan adanya berbagai macam kelompok sosial ataupun kelompok agama yang bermunculan. Masing-masing dari mereka tentu memiliki paham, keyakinan dan sudut pandang yang berbeda satu sama lain. Perbedaan tersebut tidak menutup kemungkinan mempunyai potensi timbulnya konflik antar kelompok. Ini bukanlah menjadi sebuah urusan perorangan saja melainkan urusan dan kepentingan bersama bagaimana membangun situasi sosial yang lebih terbuka (inklusif). Oleh sebab itu perlu adanya pemahaman bersama terhadap prinsip-prinsip dasar dalam membangun perdamaian sesuai dengan konsep Islam. Prinsip tersebut di antaranya adalah tawasut, tawazun dan tasamuh.
Tawasut merupakan sikap tengah, tidak keras dan juga tidak bebas. Selain itu tawasut sendiri juga mempunyai prinsip selalu menjunjung tinggi asas keadilan, jalan lurus tengah dalam kehidupan serta menghindari segala bentuk sikap ekstrim. Selanjutnya prinsip dan karakter tawasut merupakan kebaikan yang sudah diletakkan oleh Allah SWT sehingga prinsip dan karakter tersebut sudah menjadi seharusnya untuk diterapkan dalam segala bidang setiap kehidupan manusia. Prinsip tawasut sangat diperlukan dalam menjaga situasi sosial yang beragam. Hal dikarenakan nilai tawasut yang meliputi adanya keseimbangan telaah antara dalil ‘aqli dan naqli sekaligus menjaga adanya keseimbangan dalam berpikir agar tidak dengan mudah menilai seseorang salah.
Tawazun secara bahasa berarti keseimbangan. Adapun secara istilah berarti sebuah laku seseorang untuk memilih seimbang ketika dihadapkan dengan permasalahan. Tawazunjuga menjadi salah satu prinsip dalam hidup keberagaman serta menghindari diri dari sikap ekstrem. Selain itu tawazun juga merupakan sebuah upaya untuk menyelaraskan khidmat kepada Allah SWT dan kepada lingkungan sekitar.
Tasamuhdalam bahasa Indonesia memiliki arti tenggang rasa atau biasa dikenal dengan istilah toleransi. Secara umum tasamuh juga dapat dimaksudkan dengan tidak menyulitkan, fleksibel dalam melakukan interaksi dan mudah menerima sebuah pandangan. Jika dikembangkan lagi tasamuh bisa berarti tidak adanya beban dari seseorang ketika hidup dalam keadaan penuh keberagaman dan perbedaan. Kebebasan dalam memeluk keyakinan merupakan dasar bagi terwujudnya sebuah kerukunan antar pemeluk agama. Jika tidak terdapat kebebasan, maka tidak lahir adanya kerukunan. Kebebasan sendiri merupakan hak bagi setiap insan manusia serta dilindungi oleh negara. Demikian pula toleransi ataupun tasamuh sebagai sebuah sikap guna merawat adanya kebebasan tersebut.
Demikianlah uraian tentang bagaimana prinsip membangun perdamaian dalam Islam. Berbagai perbedaan yang berpotensi menimbulkan konflik harus diminimalisir. Salah satunya dengan memberikan pemahaman bersama terhadap prinsip-prinsip dasar dalam membangun perdamaian sesuai dengan konsep Islam. Penerapan prinsip tawasut, tawazun dan tasamuh sebagaimana diuraikan secara rinci pada pembahasan di atas tentu menjadi sebuah keniscayaan. Apabila hal itu dilaksanakan secara tepat dalam interaksi sosial di manapun dan kapanpun maka perdamaian dalam kelompok sosial tersebut akan tercapai.
Daftar Bacaan
Abdul Mannan, Ahlussunnah Wal Jamaah Akidah Umat Islam Indonesia, (Kediri: PP. Al Falah Ploso Kediri), 2012Abdul Wahid, Militansi ASWAJA & Dinamika Pemikiran Islam, (Malang : Aswaja Centre Unisma), 2001Khofifah Indar Parawansa, Pendidikan Karakter Implementasi Aswaja Sebagai Nilai Pendidikan Karakter, (Yogyakarta: Pustaka Ilmu), 2012.
Abdul Wahid Hadade, Konsep Al Islah Dalam AL Qur’an, Jurnal Tafsere, Vol. 4, No. 1, 2016.
Abu al-Qasim Jarullahi Mahmud ibn Umar ibn Muhammad al-Zamakhsari, Tafsir al-
Achmad Siddiq, Khitah Nahdliyah.cet.III. (Surabaya: Khalista-LTNU),2000.
Ade Jamarudin, Membangun Tasamuh Keberagamaan Dalam Perspektif Al-Qur’an, Jurnal Toleransi : Media Komunikasi Umat Beragama, Vol. 8, No. 2
Adon Nasrullah Jamaludin, Agama & Konflik Sosial : Studi Kerukunan Umat Beragama, Radikalisme, dan Konflik Antarumat Beragama, (Bandung : Pustaka Setia), 2015, 91.
Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam I, (Jakarta : Pustaka Al Husna), 1983.
Arif Hamzah, Islah Pespektif Fikih, Tesis (Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah), 2008
Imam Taufiq, Peace Building dalam Al-Quran : Kajian Terhadap Pemikiran Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Dilal Al-Quran, (Semarang : IAIN Walisongo Semarang), 2010.
Kasysyaf, (Beirut: Dar al-kutub al-imiyah), 1995, cet. I, Jil. I